Peraturan Pupuk Subsidi Rumit, Petani Tambah Terhimpit
Petani Blitar mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Ini terjadi justeu setelah lahirnya Peraturan Menteri Pertanian Nomer 1 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
"Peraturan ini sekarang seakan menjadi kado pahit bagi Petani di Hari Pangan Sedunia," kata Sumidi, Ketua Kelompok Tani Makmur, Gogodesa, Blitar kepada ngopibareng.id.
Permentan ini antara lain mengatur penggunaan Kartu Tani dan distribusi pupuk subsidi. Dalam peraturan tersebut juga diatur tentang jatah petani yang hanya bisa mendapatkan jatah subsidi sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian.
Di lapangan, penhadaan Kartu Tani sampai sekarang juga belum beres. Padahal, petani sudah saatnya melakukan pemupukan untuk komoditas yang ditanamnya. Sedangkan membeli pupum bon subsidi harganya sangat mahal.
Hal sama diungkapkan Choirul Umam, Ketua Gapoktan Desa Pojok, Garum, Blitar yang juga anggota AB2TI (Asosiasi Bank Benih dan Tehnologi Pertanian Indonesia). Menurutnya, tidak adanya pupuk bersubsidi ini sangat memukul nasib petani.
Ia khawatir tahun ini akan terjadk penurunan produksi pertanian. Baik untuk tanaman hortikultura maupun tanaman pangan seperti jagung maupun padi. "Ini yang mengkhawatirkan. Sebab di saat menjelang musim tanam, pupuk subsidi langka," katanya.
Kelangkaan pupuk ini lebih disebabkan karena pengadaan Kartu Tani yang belum beres di berbagai daerah. Juga akibat pemangkasan subsidi pupuk sampai 45 persen. Ini yang membuat saat ini petani terpukul.
Beberapa kelompok tani telah berusaha untuk mengatasi hal ino dengan mengembangkan pola tanam organik. Yakni pola tanam yang tidak menggunakan pupuk kimia. Namun demikian, masih banyak petani yang belum siap.
Koordinator Jabatan Fungsional (KFJ) Penyuluh Petani Lapang Arif Ansori mengaku telah mensosialisasikan kepada petani agar beralih ke budaya budidaya konvensional. Misalnya dengan pertanian organik.
"Ini kami lakukan agar saat terjadi kelangkaan pupuk subsidi petani tidak kesulitan. Apalagi kalau kelak subsidi dicabut, maka petani telah siap," katanya. Sayang, berdasarkan survey, mayoritas petani masih menolak.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Kepala Desa Pojok Tarwiyah punya strategi khusus. Melalui anggaran desanya, ia melakukan pembinaan sumberdaya manusia petani untuk beralih ke pupuk organik.
Tidak hanya itu. Tarwiyah juga mendorong BUMDes melakukan langkah-langkah usaha yang mendorong petani beralih dari pupuk kimia ke organik.
Advertisement