Peraturan Menteri Agama Baru, Siulan Bisa Dipidanakan
Peraturan Menteri Agama (PMA) terbaru menyatakan siulan dan tatapan bernuansa seksual dapat dipidana. Apa ukuran yang dapat menentukan bahwa siulan dan tatapan orang merupakan siulan dan tatapan bernuansa seksual atau tidak?
Kementerian Agama (Kemenag) dalam penjelasannya menyebutkan Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. PMA tentang kekerasan seksual ini diteken Menag Yaqut Cholil Qoumas, pada 5 Oktober lalu.
Pasal 5 di PMA ini mengatur bentuk-bentuk kekerasan seksual baik verbal, fisik, nonfisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Tindakan-tindakan yang digolongkan sebagai kekerasan seksual dicantumkan pada ayat 2 pasal tersebut, salah satunya adalah 'siulan dan tatapan bernuansa seksual'.
Pasal 5 (2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
b. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
c. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu , mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
d. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
f. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja;
g. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban;
h. Melakukan percobaan perkosaan;
i. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
j. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual;
k. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
l. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual;
m. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
n. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
o. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual; dan/atau
p. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMA tentang kekerasan seksual ini berlaku pada satuan pendidikan di bawah Kemenag termasuk pendidikan formal, nonformal, dan informal, meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Apa ukurannya?
Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam PMA tersebut mencakup kekerasan seksual verbal, nonfisik, fisik, dan via teknologi. Lantas bagaimana dengan siulan?
"Adapun siulan yang dimaksud dalam regulasi ini adalah siulan yang bernuansa seksual, antara lain siulan yang bernuansa seronok dan juga mengandung unsur melecehkan yang mengganggu kenyamanan," kata Zainut kepada dalam keterangan tertulis dikutip Rabu, 19 Oktober 2022.
PMA tentang kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Kemenag ini punya perspektif korban. Maka, ukuran suatu siulan dan tatapan tertentu bernuansa seksual atau tidak ditentukan oleh korban. Ukurannya adalah kenyamanan korban. Bila korban tidak nyaman, berarti itu adalah bernuansa seksual.
"Siulan bernuansa seksual yang membuat korban menjadi tidak nyaman menurut saya sudah merupakan definisi tertentu. Dalam kasus kekerasan seksual, perspektif korban itu penting," kata Juru Bicara (Jubir) Kemenag, Anna Hasbie, dihubungi terpisah. Dia menjelaskan, siulan bernuansa seksual sama saja dengan 'cat calling'.
"Petunjuk teknis yang menjadi turunan PMA ini memang sedang disusun saat ini," kata Anna.
Advertisement