super store seperti Walmart. Yang selama ini tidak disasar Trump. Dengan pertimbangan praktis: barang-barang murah itu diperlukan kalangan menengah-bawah. Keperluan sehari-hari. Mulai 1 September depan berubah. Barang-barang itu dikenakan bea masuk tambahan 10 pct. Harga-harga di Walmart akan naik. Termasuk harga aksesori perayaan Natal. Sampai-sampai sebagian media Amerika membuat judul: 'Trump akan membuat perayaan Natal kurang meriah'. Putusan Jumat lalu itu didahului omelan Trump tiga hari. Lewat twitternya. Kok Tiongkok tidak kunjung membeli hasil pertanian Amerika. Dalam jumlah yang tremendous. Dicarilah alasan lain: Tiongkok tidak juga menghentikan produksi fentanyl. "Yang membunuh ribuan orang Amerika setiap tahun," ujar Trump. Oh, obat itu. Yang sering dicampurkan ke heroin itu. Fentanyl sendiri 100 kali lebih kuat dari heroin. Tujuan baiknya: untuk menghilangkan rasa sakit. Terutama bagi penderita kanker stadium akhir. Tujuan jeleknya: untuk campuran heroin. Bisa membuat orang fly lebih cepat. Termasuk fly ke akhirat. Pembeli heroin di Amerika pada dasarnya tidak tahu. Kalau di dalamnya sudah dicampuri heroin sintetis itu. Heroin jenis ini biasanya dicari lewat nama lain. Misalnya 'China Girl'. Atau 'China Town'. Atau 'Dance Fever'. Mengapa China Girl jadi pertimbangan perang dagang? Trump memang piawai dalam mengemas alasan. Selalu bisa memenangkan opini. Di kalangan yang malas berfikir. Sanksi pamungkas Trump itu sendiri dijatuhkan seperti ironi. Hanya dua hari setelah pembicaraan dagang dimulai lagi. Di Shanghai. Rupanya Trump mendapat laporan dari tim negosiasinya: tidak ada harapan. Tidak ada tanda-tanda Tiongkok mudah menyerah. Saya bisa membayangkan. Perundingan itu seperti perkelahian antara aksi cowboydan aksi taichi. Yang satu tidak sabar. Tembak langsung. Satunya lagi muter-muter. Seperti pusaran air: ditembak tidak luka, digertak hanya bilang 'haiya'. Sejak awal saya sudah memperkirakan perundingan Shanghai beda nuansa. Di situ Tiongkok hanya 'melayani'. Tidak terlalu berminat lagi. Tiongkok sudah sampai pada kesimpulan: Trump tidak bisa dipegang (Baca DI's Way:Lamis Lambe). Tiongkok juga terlihat sudah move on. Dengan tarif-tarif tambahan sebelumnya. Sudah bisa hidup baru dengan 'alam baru' ciptaan Trump. Sudah biasa. Kalau dikenakan tarif baru lagi sudah siap. Lihatlah reaksi Tiongkok. Hanya beberapa jam setelah putusan baru Trump itu. "Kami yakin perang dagang ini tidak akan ada pemenangnya," ujar juru bicara Kemenlu Tiongkok Hua Chunying. Sadar benar. Tiongkok juga tidak akan menang. Tapi Amerika juga tidak bisa menang. Negeri seperti Singapura dan Taiwan-lah yang akan kalah. Meski begitu Tiongkok membenarkan. Soal tidak adanya harapan di Shanghai itu. "Kami tidak akan memberikan sejengkal pun konsesi," ujar Hua. Maka bisa dibayangkan jalannya perundingan itu. "Dor! Dor! Dor!" suara riuh berondongan pistol. "Ciat.. Ciat... Ciat..." desis tanpa suara gerak tangan dan kaki. Hua pun mengulangi sikap Tiongkok selama ini. "Kami tidak mau berkelahi. Kami tidak akan mulai berkelahi. Tapi kami tidak takut berkelahi". Tentu tit-for-tat segera dilakukan Tiongkok. Termasuk segera mengumumkan: perusahaan Amerika mana saja yang digolongkan 'tidak bisa dihandalkan'. Lalu akan diberi sanksi. Saya bisa menebak salah satunya: FedEx. Yang sering menyasarkan paket. Yang dikirim untuk Huawei. Ke alamat lain. Yang bikin Huawei sewot --merasa kirimannya dicurigai. Bagaimana hasil perang selama ini? Lihatlah data tiga bulan kedua tahun ini. Ekonomi mereka merosot dibanding triwulan pertama. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok turun. Dari 6,5 persen ke 6,2 persen. Pertumbuhan ekonomi Amerika turun. Dari 3,1 persen ke 2,3 persen. Ekspor Singapura turun 17 persen. Tapi kadang banyak juga yang suka melihat orang lain berkelahi. Ada asyiknya. Sampai orang itu sendiri tiba-tiba kena peluru nyasar. Atau kena batu terpelanting dari sepakan kaki yang keras.(Dahlan Iskan) AS Donald Trump Tiongkok Perang Dagang