Perang Nuklir, Ancaman Global Tertinggi Sejak 1962
Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Des Browne, mengatakan, sejak berakhirnya perjanjian INF antara AS-Rusia, Amerika telah menguji misil penjelajah bulan lalu. Sementara, menurut tokoh yang kini menjadi Ketua dari Jaringan Kepemimpinan Eropa, Rusia mengembangkan misil hipersonik.
Ia mengungkapkan hal itu, terkait adanya pertemuan para pemimpin dunia pada Sidang Umum PBB, dimulai hari Selasa 17 September 2019 di New York.
Menurut sebuah kelompok yang terdiri dari 100 tokoh politik, militer, dan diplomatik, sidang kali ini harus menjadikan pengendalian senjata nuklir sebuah prioritas.
Mereka telah menerbitkan sebuah pernyataan yang memperingatkan, risiko akibat kecelakaan nuklir, salah penilaian atau perhitungan belum pernah sebesar sekarang sejak Krisis Misil Kuba.
Bulan lalu, Persetujuan Kekuatan Nuklir Menengah atau INF antara Amerika dan Rusia secara resmi diakhiri.
Bulan ini, Presiden Rusia Putin mengumumkan, negaranya akan mulai membangun misil baru yang tadinya dilarang berdasarkan persetujuan itu, tetapi Rusia berjanji tidak akan mengerahkannya kecuali kalau Amerika mulai melakukan hal itu.
Ambruknya persetujuan INF telah memicu sebuah kelompok, terdiri dari diplomat dan pemimpin militer terkemuka dari Eropa dan Rusia memperingatkan tentang bahaya nuklir baru yang serius.
Mereka menuntut agar pengendalian persenjataan global diprioritaskan pada SU PBB mendatang di New York. Di antara penanda-tangannya adalah mantan Menhan Inggris Des Browne, yang kini menjadi Ketua dari Jaringan Kepemimpinan Eropa, yang mengoordinir penyusunan pernyataan ini.
"Khususnya arsitektur kendali persenjataan yang kita andalkan selama puluhan tahun mulai pupus. Dan yang membuat masalah ini semakin rumit, teknologi baru sedang dikembangkan yang bisa digunakan untuk senjata nuklir yang mengakibatkan kapasitas yang tidak diregulasi, dan juga risiko yang belum pernah kita saksikan sebelumnya,” ujar Des Browne, seperti dilansir VOA, Selasa 17 September.
Senjata itu termasuk misil hipersonik yang sedang dikembangkan oleh Rusia, Amerika, Tiongkok, dan Australia, dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa menghindari semua sistem pertahanan.
Semakin banyak negara kini sedang berusaha mengembangkan sistem misil mereka sendiri. Tiga puluh tahun setelah akhir Perang Dingin, Eropa masih saja berada di garis depan, kata Browne.
"Dari sebuah sudut pandang Eropa, menipisnya kepercayaan antara Barat dan Rusia dan pencomotan terhadap arsitektur pertahanan ini yang berlangsung secara sistematik selama sepuluh tahun terakhir menimbulkan keprihatinan khusus bagi kita karena kita hidup di dalam lingkungan dimana 90 persen senjata nuklir dunia disimpan atau dikerahkan. Dan banyak di antaranya bisa digunakan dalam kurun beberapa menit saja,” tambahnya.
Pernyataan para tokoh ini memperingatkan, bukan sekadar keamanan Eropa yang berisiko, karena stok nuklir Korea Utara semakin besar, ketegangan meningkat antara India dan Pakistan, dua negara yang punya kemampuan nuklir, dan persetujuan nuklir Iran yang terancam bubar setelah penarikan oleh Amerika.
Advertisement