Perang Mulut Dubes Cheng, dan Menkes Greg Hunt?
China kembali terdesak rupanya. Negeri Tirai Bambu yang kerap mendeklarasikan dirinya sebagai negara terkuat baru setelah Amerika Serikat itu memang masih terlihat angkuh. Saya tidak tahu pasti, kenapa mereka masih bersikap angkuh?
Terakhir, penguasa dunia bermata sipit ini nekad mengancam pemerintah Australia yang akan melakukan penyelidikan internasional terkait pandemik virus corona itu.
Melalui mulut Dubes China untuk Australia, Cheng Jingye sempat mengultimatum, China akan memboikot produk Australia seperti anggur dan sapi, hingga pengiriman pelajar. Ancaman si Cheng itu membahana di Australia setelah The Australian Financial Review pada Senin 27 April 2020 menulisnya secara luas untuk publik negeri Kanguru itu.
Cheng berusaha menakut-nakuti Auatralia sebagaimana layaknya Amerika Serikat dahulu menakut-nakuti negara-negara yang menjadi targetnya agar diam.
Dari perspektif psikologi hubungan internasional, dimana setiap hubungan antarnegara diwakili oleh orang-orangnya (among actor), maka China bisa dianggap sedang berada dalam posisi terpojok dan dilematis.
Cheng menilai, setiap upaya untuk diadakannya penyelidikan internasional terkait Covid-19 adalah "berbahaya" dan kemungkinan akan gagal mendapatkan dukungan.
Mari kita lihat nada Cheng akan keadaan bathin para penguasa China itu.
"Menggunakan kecurigaan, tuduhan atau perpecahan pada saat kritis seperti itu hanya dapat merusak upaya global untuk memerangi pandemi ini," kata Cheng seperti dilansir ABC News.
Cheng juga mengungkapkan, pihaknya tidak menerima klaim bahwa virus corona baru berasal dari pasar basah di Wuhan. Ia mengelak, asal muasal virus masih belum diketahui.
Mengapa Cheng begitu kebakaran jenggot dengan Australia?
Ternyata, masalah ini terkait langsung dengan pernyataan Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt yang menyusulkan pentingnya penyelidikan internasional secara independen terkait dengan COVID-19 dan reformasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Greg berargumen, pihaknya telah melihat 3 juta orang terinfeksi dan lebih dari 200.000 nyawa hilang. Bagi Greg, ini masalah serius dan tergolong sebagai peristiwa global besar yang dahsyat.
Oleh karena itu wajar dong, Greg selaku penanggungjawab utama dalam kesehatan dan keselamatan jiwa warga Australia memiliki usul yang strategis seperti itu. Bedakan dengan Menkes kita, apa idenya untuk dunia? Hayyaaa...
Sejatinya, pernyataan Greg itu bukan hanya untuk kepentingan Australia belaka. Namun juga untuk kepentingan dunia yaitu menyelamatkan kepentingan kemanusiaan bersama.
Mengapa China menggunakan alasan ekonomi dan pendidikan untuk menekan mulut pejabat Australia. Ternyata karena bagi Australia, pendidikan adalah industri terbesar ketiga Australia di mana para pelajar dari China menjadi yang terbanyak. China juga tergolong mitra dagang terbesar Australia. Ya sudah, "pas wis" kata orang Jawa Timuran.
Namun apakah Australia akan keok ditekan China? Mari kita lihat dihari-hari kemudian. Apakah hubungan diplomatik Australia dengan China itu akan menegang lalu memburuk hingga terjadi aksi embargo ekonomi? Hanya waktu yang akan bicara fakta.
Namun, ide untuk melakukan penyelidikan independen secara internasional itu sebelumnya juga menggema juga di Eropa. Beberapa negara Eropa mendesak China agar bersikap jujur dan terbuka demi penyelamatan dunia dari bahaya COVID-19 itu. Jadi Australia bukan satunya-satunya negara pengusul.
Amerika Serikat sendiri yang babak belur dengan COVID-19 ini dengan jelas dan tanpa basa basi menuding China sebagai penyebabnya. China dinilai punya agenda internasional untuk melumpuhkan ekonomi dunia melalui persekongkolan gelap dengan kelompok sakit hati Amerika yang ingin Presiden Donald Trump jatuh.
Eropah yang diwakili Inggris juga kesal dengan Ulah China. Mereka marah karena merasa dibohongi mentah-mentah oleh China atas pembelian triliunan rupiah obat-obatan yang kualitasnya di bawah standar yang disepakati. Pendek kata, ulah China akhir-akhir ini sudah memuakkan warga dunia.
Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Nampaknya Indonesia memilih menjadi anak manis China. Apalagi China kini banyak mengiming-imingi berbagai bantuan pembangunan yang sejatinya kebohongan baru yang lebih terstruktur, halus dan legal.
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement