Perang Melawan Covid-19 (18): Bibi Sudah Sembuh
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda berhasil sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
---------------------
Kabar baik hari ini bertambah lagi bagi keluarga kami. Bibi sudah dinyatakan sembuh dan boleh pulang dari Rumah Lawan Covid19 (RLC) Tangsel. Siang tadi Rizqa menjemput Bibi, sekarang sudah kembali ke rumah. Masih agak khawatir, sebenarnya, tapi kami harus belajar kembali ke kehidupan normal lagi.
Sejak keluarga kami diterpa badai Covid19, kehidupan perlahan berubah. Saya dan Bibi yang dinyatakan positif mengubah banyak hal di rumah kami. Anak-anak mengungsi ke Bandung, sopir diliburkan, tidak ada kegiatan masak-memasak di rumah. Praktis hanya Rizqa dan keponakan kami yang tinggal di rumah, untuk keperluan makan semua catering dan go-food. Bersyukur juga banyak teman yang membantu mengirim dan menyediakan ini-itu.
Sekarang Bibi sudah kembali. Meski sudah siap bekerja karena kondisi bugar dan ceria, dokter juga tak mengkhawatirkan apapun, tapi sepertinya kami masih perlu memberi waktu 1-2 hari lagi. Sambil penyesuaian. Saya bilang sama Rizqa agar Bibi tetap terbatas bergerak dulu, jangan masak dulu, jangan beberes dulu terlalu banyak. Untuk keperluan makan seperti biasa dulu saja, di rumah terus pakai masker dulu, terapkan protokol kesehatan. Masing-masing belajar menyesuaikan satu sama lain, perlahan nanti mudah-mudahan normal kembali.
"Tapi Bibi mah udah siap kerja. Malah pegel dan kesel nggak ngapa-ngapain teh." Bibi penuh semangat meyakinkan bahwa segalanya baik-baik saja, "Kata dokter di RLC, yang udah pulang Insya Allah sudah sembuh total. Negatif." Jelasnya.
Iya, sih. Semangat Bibi sangat bisa difahami. Pasti nggak enak juga nggak ngapa-ngapain. Tapi untuk kebaikan bersama, sambil menunggu semua berkas rampung juga termasuk dokumen bukti negatif PCR, kami tetap memutuskan Bibi beraktivitas terbatas dulu. Hitung-hitung transisi. Sambil Bibi mengumpulkan energi lagi. Membangun keceriaan lagi.
"Pak, Bu, makasih, ya. Alhamdulillah Bibi udah sembuh." Ujar Bibi.
Senang sekali tadi saya dikirimi foto Rizqa yang menjemput Bibi dari RLC.
Di sana ada kebahagiaan. Rizqa duduk di depan dan menyetir, Bibi duduk rikuh di belakang. Nggak apa-apa, Bi, kita melewati ini bersama-sama. Terpenting semua sehat kembali. Kalau Bibi sehat banyak yang akan terbantu nanti, kehidupan di rumah akan kembali normal lagi. Nggak sepi lagi.
Kasihan kucing-kucing yang sering kami beri makan di depan rumah. Nggak ada Bibi dan anak-anak, mereka pasti merasa kehilangan. Bibi bisa mulai dari sana. Kucing-kucing itu perlu ada yang memperhatikan lagi. Juga burung di halaman belakang yang kadang mampir karena disimpani segenggam beras sama Bibi. Mereka pasti mencari-cari selama ini, kemana gerangan Bibi?
Perlahan namun pasti, badai Covid19 di rumah kami berlalu juga. Bibi sudah sembuh dan pulang, tinggal saya sebentar lagi. Insya Allah. Nanti saat semua sudah pulih dan anak-anak kembali, rumah akan ramai lagi. Setiap pagi suara kami bersiap sekolah dan bekerja akan menghidupkan suasana lagi. Kelas-kelas virtual anak-anak akan mengisi kekosongan lagi. Teriakan Kavya, lagu kesukaan Rizqa, deru mobil di garasi. Semua pada saatnya akan kembali.
Ternyata banyak hal-hal kecil luar biasa yang kita lewatkan selama ini di keseharian. Hal-hal sederhana yang sebenarnya memiliki makna yang dalam sekali. Betapa bodoh dan bebal kita yang gagal mensyukurinya selama ini. Tapi nggak apa-apa, tugas manusia adalah bersalah dan belajar, bukan? Bersyukur kita masih sempat menangkap semesta hikmahnya. Tidak ada yang terlambat.
Hei, lihat rumah Anda! Perhatikan sekeliling. Betapa indah dengan segala hal-hal kecil dan sederhana di sana, bukan? (Fahd Pahdepie/Bersambung)