Perang Melawan Covid-19 (15): Supporting Keluarga dan Teman
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda berhasil sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
---------------------------
Saat terkena Covid19, selain pengetahuan dan penanganan medis tentangnya, hal lain yang paling kita butuhkan adalah supporting system (sistem dukungan) dari keluarga, sahabat, teman-teman, dan lingkungan. Kita akan sangat membutuhkan mereka. Meski kita merasa bisa melewati semuanya sendirian, tak mau merepotkan yang lain, keberadaan keluarga dan lingkungan terdekat kita sangat berarti memberi kita kekuatan moral dan doa.
Ternyata inilah hal lain yang diajarkan pandemi ini. Jika bersarang di tubuh kita, virus ini memaksa kita menyendiri untuk melakukan isolasi, tetapi sebenarnya kualitas sosial kita sebagai manusia diuji. Kita seolah dijauhkan satu sama lain dengan jarak, dibatasi dengan masker, dibuat rikuh dengan dipaksa mencuci tangan selepas bersalaman, namun sebenarnya semua itu untuk melindungi satu-sama lain. Meliindungi orang-orang yang kita hormati dan sayangi.
Jika kita memiliki kualitas sosial yang baik, saat terkena Covid19, orang-orang terdekat inilah yang akan datang pertama kali memberi kita bantuan. Kepada mereka kita bisa menceritakan apa yang menjadi kendala kita, bisa meminta tolong untuk membantu ini dan itu, dan lebih lagi kita sedikit bisa berbagi beban agar kondisi mental dan psikologis kita tidak terpuruk. Karena menghadapi Covid19 itu tidak mudah, banyak tenaga, pikiran, hingga dana yang harus disiapkan. Jika bisa saling membantu satu sama lain, tentu akan lebih mudah.
Saya beri ilustrasi sederhana. Untuk makan saja, pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri harus terpisah. Biasaya bisa memasak bareng-bareng dan lebih murah, memisahkan makanan sendiri tentu memerlukan biaya lebih. Belum lagi kalau banyak orang di rumah yang terkena sekaligus, pasti lebih banyak lagi biaya yang dikeluarkan. Itu baru soal makanan dan minuman.
Kemudian suplemen makanan dan vitamin di luar obat yang gratis dari pemerintah, tidak murah untuk mendapatkan suplmen dan vitamin yang baik. Jika segalanya harus membeli sendiri, terbayang jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Belum lagi biaya pengirimannya, biaya pemrosesannya, dan seterusnya. Di sinilah tetangga, teman, sahabat, kerabat dan keluarga bisa berperan membantu kita.
Hal lainnya mungkin soal anak-anak, jika kita sudah berkeluarga. Saat kita harus melakukan isolasi di rumah atau di Rumah Sakit, anak-anak harus ada yang menjaga dan memerhatikan. Jangan sampai mereka dipaksa berkegiatan bersama kita dan malah jadi ikutan positif. Kasihan anak-anak jika harus menanggung derita Covid19 ini, sakit buat mereka tentunya.
Sebisa mungkin jika kita positif Covid19 anak-anak diungsikan dahulu ke keluarga yang jauh, terpisah dari rumah yang kita tempati. Tapi, ya itu dia, memisahkan anak-anak dari kita juga butuh biaya ekstra. Jika segalanya kita tanggung sendiri, seperti pernah saya bilang, Covid19 bukan hanya menyiksa kita secara fisik dan psikis, tetapi sekaligus 'merampok' kita secara finansial.
"Kalau banyak uang sih enak. Biaya Rumah Sakit tak perlu pusing. Biaya tes tak perlu pusing. Urusan-urusan keluarga bisa ditangani." Keluh seseorang di Facebook. "Kalau yang miskin, repot."
Ya pasti repot, apalagi kalau tidak punya teman! Tidak ada sakit yang enak, kok. Mau kaya atau miskin, semua sama saja menguras energi, pikiran, perasaan, sumber dana. Banyak orang kaya yang habis-habisan hartanya karena sakitnya berat. Kita kan sudah sering dengar itu?
Lagi pula sebenarnya Covid19 ini semua resikonya ditanggung pemerintah, selama kita mau mencari tahu bagaimana caranya dan bersabar dengan semua prosesnya. Nggak semuanya bisa selesai dengan ada uang saja, kok. Banyak orang di luar sana merasa punya banyak uang, tetapi jika ICU tidak tersedia, hingga nyawa tak tertolong, mau bilang apa lagi? Uang tak bisa membayar nyawa.
Intinya, perbaiki supporting system dari keluarga dan teman sejak sekarang. Baik-baik pada mereka, jangan nyebelin, jangan banyak bikin masalah, jangan merasa semua bisa diselesaikan sendiri karena kita mampu. Pada akhirnya yang akan menyelesaikan persoalan Covid19 ini bukan diri kita sendiri saja, tetapi butuh kerjasama dan gotong royong dari semua orang.
Alhamdulillah kondisi ekonomi saya cukup baik. Tapi kalau tidak dibantu keluarga dan teman, dapat Rumah Sakit pun saya belum tentu! Sejak sakit, saya dikirim banyak sekali suplemen, vitamin, madu, obat-obatan dan lainnya dari teman-teman, kalau dirupiahkan, mungkin bisa jutaan harganya. Kemarin saya video call dengan istri di rumah, kulkas kami sampai penuh karena tetangga dan teman terus mengirimkan makanan untuk men-support kami.
Di Bandung anak-anak bahagia dan ceria bersama kakek, nenek, om dan tantenya, tak terhitung berapa harga ketenangan yang saya dapatkan karena mendapati anak-anak aman dan terbahagiakan. Ini bukan seberapa banyak uang yang kita punya.
Akhirnya, teman-teman, jangan hadapi Covid19 ini sendirian. Jangan khawatir atau takut merepotkan. Jangan merasa lemah karena harus meminta tolong. Ceritalah pada lingkungan, keluarga, teman, sahabat. Yakinlah banyak orang baik di luar sana yang akan membantu. Kita menghadapi semua ini bersama-sama.
Nanti ada saatnya kita juga bisa membantu yang lain. Hidup ini siklus semacam itu, bukan? Tidak selamanya kita di bawah, tidak selamanya di atas. Roda hidup terus berputar agar kita bisa berperan, agar kita tahu makna mengapa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Satu lagi pelajaran dari Covid19 ini. Jadilah orang baik. Titik. (Fahd Pahdepie/Bersambung)
Advertisement