Perang Melawan Covid-19 (12): Masa Pemulihan
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda sedang berjuang sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
---------------------------
Selamat pagi dari hari pertama di tahun 2021. Alhamdulillah, menurut dokter, masa-masa kritis saya menghadapi Covid19 ini boleh dibilang sudah lewat. Tinggal pemulihan. Menunggu hasil swab berikutnya.
2021 ini akan menjadi tahun yang luar biasa. Setelah 2020 bisa kita lewati bersama, tahun ini semoga lebih baik lagi. Di tahun 2020, kita ibarat kalah 2-0 selama dua kali berturut-turut, dihajar pandemi dan krisis ekonomi.
Semoga 2021 ini berbeda, karena ujungnya tidak kosong, tetapi satu. Dari satu kita memulai semuanya lagi. Kita kumpulkan lagi harapan, kita rapal lagi doa-doa, kita tulis ulang lagi hidup kita yang kemarin tak jelas pangkal ceritanya.
Mungkin baik buat kita merenungkan nasihat Imam Al-Ghazali di awal tahun ini. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih rendah hati, lebih lapang, bahagia dan nggak sekadar mau menangan sendiri. Lebih peduli dan mau menolong orang lain.
Kata Sang Imam, yang jauh itu waktu, yang dekat itu mati. Baru saja saya mengobrol dengan dua teman perawat ICU di RSPP, Kang Dadan dan Teh Ida, mereka bercerita bagaimana Covid19 ini mengubah persepsi mereka tentang hidup. Bahwa waktu itu jauh bagi mereka yang sedang berjuang untuk mendapatkannya, tetapi kematian begitu dekat, begitu sekejap.
Ada pasien yang kemarinnya masih ngobrol, tetapi keadaannya memburuk hanya dalam semalam karena drop lalu meninggal dunia. Covid19 bisa menyerang sistem imun tubuh secara membabi buta sekaligus mengalahkan dengan telak organ-organ penting kita. Tapi tentu Covid19 bukan satu-satunya penyebab kematian di dunia ini, adanya lebih banyak lagi. Mulai dari kecelakaan sampai penyakit mematikan lainnya. Sementara ajal tak pernah ada yang tahu misterinya, bukan?
Masih kata Sang Imam, yang besar itu nafsu, yang berat itu amanah. Nafsu membuat kita ingin ini dan ingin itu, tidak ingin ini dan tidak ingin itu, tapi amanahlah yang membuat kita jadi manusia yang bertanggung jawab atau tidak. Manusia yang bermanfaat atay tidak. Amanah dan tanggung jawab memberi kita nilai sebagai manusia.
Kalau menuruti keinginannya, mungkin para dokter dan tenaga kesehatan maunya istirahat saja dan liburan. Leha-leha di rumah sambil menghabiskan waktu dengan keluarga. Tapi nyatanya mereka tak mengikutinya, tanggung jawab mereka terhadap amanah sedemikian besar. Itu pulalah yang membuat mereka mulia di mata kita, menjadi pahlawan dan penyelamat di masa pandemi ini. Bahkan saat libur tahun baru seperti ini.
Yang mudah itu berbuat dosa, yang panjang itu amal saleh, lanjut Sang Imam. Sakit ini memberi saya kesadaran penting, bahwa mudah sebenarnya bagi diri untuk berbuat maksiat dan dosa, kadang kita tergoda dan dan tergelincir. Tapi yang akan menyelamatkan kita sebenarnya adalah amal-amal saleh, kebaikan-kebaikan kecil yang kita tanam sepanjang perjalanan.
Pada saat sakit dan banyak yang mendoakan, tentu itu bukan hasil dari perbuatan buruk kita selama ini, tetapi sebaliknya. Teman-teman yang peduli, keluarga yang tak berhenti memberi doa dan support, hingga orang-orang yang tak kita kenal tetapi berharap kesembuhan kita, rasanya itu semua adalah buah dari amal yang panjang. Mudah-mudahan kita semua konsisten dalam mengerjakan kebaikan-kebaikan, ya. Tak pernah lelah. Tak pernah putus.
Akhirnya, kata Sang Imam, yang indah itu saling memaafkan. Tahun 2021 ini harus kita awali dengan indah, dengan cara saling memaafkan satu sama lain. Mungkin di antara kita ada yang pernah saling melukai, ada kata yang tak sengaja terlontar dan menggores hati, ada tindak tak sengaja yang membuat kita saling tak berkenan. Semoga kita bisa saling memaafkan. Karena tahun ini harus kita awali dengan cara yang baik. Termasuk memaafkan diri sendiri.
Selamat tahun baru, kawan-kawan. Syukuri apa yang ada dalam hidup kita sekarang. Dekap dengan penuh kasih sayang. Kita hidup hanya sekali, harus berarti. (Fahd Pahdepie/Bersambung)
Advertisement