Perang itu seperti Cinta...
"Perang itu seperti cinta, ia selalu menemukan jalan." --- Bertolt Brecht
Perang Ukraina vs Rusia meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan. Publik dunia boleh menganggap perang terjadi karena invasi Rusia. Rusia pun bisa berdalih untuk mempertahankan bagian wilayah yang secara historis menjadi bagian masyarakatnya.
Terlepas dari itu, perang di Ukraina adalah wajah dunia yang tak lepas dari penindasan dan perebutan kekuasaan. Kekuasaan yang selalu menggoda setiap zaman.
Tak hanya desa-desa dihancurkan karena serangan bom, tapi sekaligus menghancurkan harapan rakyat.
Serangan Rusia meluluhlantakkan usaha warga Ukraina. Di Provinsi Sumy, yang berbatasan dengan Rusia, serangan bom Rusia pada 5 Maret 2022 menghancurkan tempat usaha dan lumbung hasil panen pertanian warga setempat.
Sulit bagi warga negara, khususnya dari kalangan rakyat bawah, melupakan peristiwa 5 Maret 2022. Hari itu, mereka kehilangan aset bernilai jutaan hryvnia—sebagai gambaran: 100 hryvnia setara sekitar Rp 49.000—dari usaha yang dirintis bertahun-tahun. Bahkan, Chernenko --sebut saja nama seorang warga di negeri itu -- baru melunasi utang untuk membuat lumbung dan membeli sejumlah kendaraan.
Hingga 27 Juni 2022, Provinsi Sumy masih terus jadi sasaran serangan Rusia. Provinsi itu merupakan salah satu wilayah Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. Di sana, mereka tinggal dan berusaha sampai serangan Rusia menyasar mereka pada Sabtu pertama di awal Maret 2022.
Perang itu seperti cinta, ia selalu menemukan jalan, kata Bertold Brecht. Ketika Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Ny Hj Iriani Joko Widodo berkunjung ke Rusia dan Ukraina, rakyat di masing-masing negara seolah memperoleh harapan baru. Harapan akan berakhirnya perang. Harapan akan berkesudahannya ketegangan yang selama ini berpuncak pada perang itu.
Maka ketika berkunjung ke Ukraina, di luar acara kenegaraan, dialog antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terdapat luapan setitik bahagia dari seorang warga Ukraina. Ada harapan tapi sekaligus kegusaran: kapan perang berakhir.
Kegusaran mereka dirasakan Ibu Negara Ny Iriani Joko Widodo ketika seorang ibu menyampaikan dukanya. Ia tidak berkata-kata. Tapi dengan wajah sembab, seorang ibu Ukraina merangkul erat-erat. Seolah menyampaikan sesuatu tentang perang agar berakhir.
"Perang itu seperti cinta, ia selalu menemukan jalan." Begitulah pesan Bertolt Brecht. Penulis drama terkemuka di Jerman ini, tak menyaksikan perang Ukraina, memang. Tapi, kepedihan soal perang pernah dia rasakan.
Bertolt Brecht menyaksikan masyarakat Jerman menghadapi masalah sulit karena perang. Perang Tiga Puluh Tahun ditulisnya dalam drama "Mutter Courage und ihre Kinder" karya Bertolt Brecht.
Kita bisa menengok Drama Mutter Courage und Ihre Kinder karya Bertolt Brecht dalam die Stücke von Bertolt Brecht in einem Band yang diterbitkan Suhrkamp Verlag pada tahun 1997. Kondisi sosial masyarakat Jerman dalam drama Mutter Courage und Ihre Kinder, antara lain terjadi penindasan: pelaku penindasan banyak dilakukan oleh jajaran tentara yang digambarkan melalui tokoh-tokoh der Feldhauptmann, der Fähnrich, der Feldwebel dan Soldaten. Tiga persoalan selalu membawa akibat dari perang:
Penindasan: Sasaran penindasan adalah rakyat kecil dan yang paling sering mendapat penindasan yaitu Mutter Courage beserta tiga anaknya. Digambarkan berupa penindaan verbal, seperti hinaan dan ancaman, sampai bentuk penindasan fisik penganiayaan dan pembunuhan.
Kemiskinan. Karena perang rakyat kehilangan rumah, ternak dan harta benda mereka. Rakyat kelaparan dan mengalami kesulitan ekonomi.
Kekuasaan. Pada masa perang didominasi oleh kekuasaan militer yang merupakan panjang tangan dari pemerintah. Dengan kekuasaan yang dimiliki, tentara secara sewenang-wenang memaksakan keinginannya yang merugikan masyarakat kelas bawah.
Demikian perang selalu menjadi bagian kepedihan mereka yang tetap menghargai nilai-nilai kemanusiaan. (Riadi Ngasiran)
Advertisement