Perang Fahd Pahdepie melawan Covid-19 (3): Isolasi Mandiri
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda sedang berjuang sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di rumah sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
-------------------------
Ini cerita saya ketika isolasi mandiri. Meskipun pada akhirnya saya perlu dirujuk ke rumah sakit (RS) dan masih dirawat sampai hari ini, 27 Desember 2020.
Isolasi mandiri ini harus dipahami dengan benar dan saksama. Bukan sekadar memisahkan diri dari yang lain di ruangan tertentu, tetapi tak punya cukup rantai suplai obat, makanan, vitamin serta fasilitas pendukung kesehatan mandiri lainnya. Banyak kasus orang isolasi mandiri di rumah, tetapi malah terdesak harus keluar juga karena supporting system-nya tidak siap. Harus diakui isolasi mandiri yang baik itu tidak murah juga.
Saya beruntung punya istri yang kuat, sabar dan cekatan. Selain membatu menyiapkan segala kebutuhan untuk semuanya bisa saya akses di kamar. Istri juga sigap menyiapkan makanan, suplemen, jamu, buah-buahan dan lainnya dengan sistem pengiriman yang sudah kami sepakati aturannya bersama.
Semuanya ditaruh di sebuah meja kecil di depan pintu kamar isolasi. Di samping meja kecil itu ada semprotan disinfektan. Setiap kali mengambil saya tidak boleh keluar dan hanya mengambil, harus memakai masker. Setelah diambil, mejanya akan disemprot lagi menggunakan disinfektan. Ini prosedur wajib.
Di dalam ruangan disediakan peralatan makan dengan sabun pencucinya. Jika selesai makan, saya cuci sendiri. Disediakan juga ember untuk mencuci baju, disertai Dettol dan Yuri cair agar mudah. Tidak lupa juga sedia tisu kering dan tisu basah untuk berbagai keperluan. Dan tidak kalah penting juga kantong sampah, baik yang kecil maupun yang besar.
Agar minum terjaga jumlahnya, sebaiknya membeli satu dus air mineral kemasan 600 ml atau 1000 ml. Sehari upayakan minum setidaknya 3 liter. Untuk tambahan protein susu, bagus juga menyediakan stok susu Bear Brand. Satu kardus isi 24, cukup selama isolasi mandiri.
Penting untuk punya termometer agar tahu ketika suhu tubuh tinggi dan tidak turun-turun, harus segera menghubungi dokter. Penting juga punya pulse oxymeter untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah dan ritme jantung. Jika kadar oksigen darah di bawah 95, harus dibantu oksigen (kalau bisa sewa tabung oksigen). Jika di bawah 90 apalagi 85 harus segera ke rumah sakit dan dibantu ventilator. Untuk jaga-jaga, bisa sewa oksigen tabung dikirim ke rumah.
Istri saya juga menyiapkan Betadine kumur (penting 2-3 kali sehari), nasal spray untuk membersihkam hidung (5 kali sehari, biasnaya saya pake saat wudhu), juga gelas yang diisi setengah air lalu ditetesi Betadine dan ditiup menggunakan sedotan selama 1-2 menit untuk melatih dan menjaga pernafasan.
Selama isolasi mandiri ini usahakan pikiran rileks, positif thinking, berjemur saat pagi, makan makanan berprotein tinggi. Istri saya biasanya merebuskan telur ayam kampung. Makan selalu diperbanyak proteinnya: daging, ayam, ikan. Karbohidrat secukupnya saja. Karena konon virus cenderung hidup dalam glukosa darah yang banyak dihasilkan dari karbohidrat (koreksi kalau saya keliru).
Apakah isolasi mandiri ini aman? Insya Allah aman. Mengingat banyak RS penuh, jika gejalanya ringan dan tidak memungkinkan isolasi di hotel (karena hotel juga sudah banyak yang mulai menolak tamu isolasi). Tapi itu tadi SOP kewaspadaannya harus dipenuhi.
Isolasi mandiri di rumah tidak disarankan jika kita tidak punya ruang yang memadai, tidak punya cukup support system, dan tidak punya sumber daya untuk memback up kebutuhan kita dan keluarga. Sebaiknya cari layanan rumah isolasi atau Rumah Lawan Covid. Informasinya bisa dicari di internet atau bertanya ke teman.
Semoga bermanfaat ya. Nanti saya cerita mengapa akhirnya saya dilarikan ke Rumah Sakit. Apa signalnya dan apa yang harus dilakukan? Sampai jumpa di jurnal-jurnal berikutnya. (Fahd Pahdepie/Bersambung)