Peran Pemimpin & Umat, Haedar: Langkah Menuju Kepemimpinan Ideal
Dalam Islam terdapat sejarah yang patut menjadi pelajaran bagi umat Islam terkini. Yakni, peristiwa penting pada saat wafatnya Nabi Muhammad SAW. Meskipun pada masa Nabi belum pernah ada pemilihan pemimpin, namun saat itu muncul tiga kelompok dari kaum Anshar, kaum Muhajirin, dan ahlul bait untuk menentukan pemimpin.
Dalam kearifan generasi awal Islam itu, akhirnya diputuskan pemilihan pemimpin secara aklamasi, dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat sebagai khalifah.
Dengan merayakan kearifan tersebut, kini umat Islam diajak untuk selalu merenung dan melakukan muhasabah. Terutama dalam menyambut tahun baru 2024. Sebuah panggilan untuk merefleksikan nilai-nilai Islam, kepemimpinan, dan peran umat dalam menjaga kemartabatan dan kemajuan peradaban.
"Indonesia membutuhkan pemimpin yang bermartabat dan berkemajuan. Proses mewujudkan kepemimpinan yang ideal harus dimulai dari dua pihak, yaitu pemimpin itu sendiri dan umat."
Demikian ditegaskan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Lebih jauh Haedar menjelaskan:
Proyeksi dan Tanggung Jawab
Pertama-tama, dari sisi pemimpin, ia menyoroti konsep kepemimpinan dalam Islam sebagai proyeksi dari tanggung jawab untuk mengurus nilai-nilai agama dan urusan dunia.
Sebagai imam, pemimpin diharapkan mampu mengelola kedua aspek tersebut sehingga dunia dan akhirat dapat terpenuhi. Dalam konteks ini, pemimpin harus memenuhi kualitas dan kuantitas yang memadai dalam urusan dunia, sekaligus memperhatikan sisi spiritualitas dalam urusan akhirat.
Lebih lanjut, Haedar menekankan, pemimpin harus memiliki sifat-sifat seperti shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Empat nilai tersebut dianggap sangat penting dalam Islam dan mencerminkan betapa beratnya menjadi seorang pemimpin.
“Dalam kacamata Islam dan kaum muslimin, pemimpin itu harus bisa ngurus dunia dan akhirat. Dunianya terpenuhi, akhiratnya terpenuhi. Berarti betapa beratnya jadi pemimpin dalam pandangan Islam. Jasmani dan ruhaninya harus terpenuhi,” ucap Haedar dalam Tabligh Akbar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang pada Minggu lalu.
Sementara itu, dari sisi umat, Haedar menekankan perlunya umat bermartabat dan maju. Umat yang bermartabat diharapkan memiliki pemahaman tentang pilihan benar dan salah, serta mampu membedakan yang pantas dan tidak pantas.
Edukasi dan dakwah dianggap sebagai kunci penting dalam membentuk umat yang cerdas dan bermartabat.
Haedar mengingatkan pada peran Nabi dalam menjalankan fungsi kerisalahan yang melahirkan peradaban almadinah almunawarah. Pusat peradaban tersebut menjadi contoh cemerlang yang membangkitkan masyarakat Arab dari kebodohan dan kejahilan.
Dengan menyebarkan risalahnya, Nabi mampu membawa perubahan signifikan dalam masyarakat yang dulu dianggap jahil.
Haedar juga menyoroti betapa bobroknya sistem jahiliyah yang kemudian direformasi oleh Nabi SAW. Praktik dinasti dalam politik dan merendahkan martabat perempuan adalah dua contoh yang lahir dari budaya jahiliyah.
Ia menegaskan, prinsip-prinsip Islam mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki dalam beramal saleh dan hak untuk masuk surga.
Dengan mengambil inspirasi dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW, Muhammadiyah meyakini bahwa Islam adalah agama dinul hadarah yang membawa kemajuan peradaban hidup umat manusia.
“Selain innama buistuliutamimarimal akhlaq, Risalah Nabi juga punya misi wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Rahmat itu adalah kebaikan untuk orang banyak. Alamin di situ alam seluruh semesta,” tambahnya.
Haedar menegaskan, Muhammadiyah melihat Islam sebagai agama yang mengajarkan nilai-nilai kemajuan peradaban. Hal ini sesuai dengan tugas Nabi dalam membimbing umat manusia menuju kebaikan, serta misi sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta.
Advertisement