Peralihan Musim, Warga Banyuwangi Waspadai Cuaca Ekstrem
Memasuki masa peralihan dari musim panas ke musim hujan, masyarakat diminta mewaspadai cuaca ekstrem yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi pada musim peralihan ini bisa berupa hujan deras, angin kencang hingga angin puting beliung.
“Masa peralihan ada kondisi cuaca ekstrim yang bisa tiba-tiba timbul, masyarakat harus selalu mengenali kondisi cuaca saat masa peralihan ini,” ujar Prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas III Banyuwangi, Gigik Nurbaskoro.
Dia menjelaskan, kondisi cuaca pada masa peralihan ini sangat cepat berubah. Pada pagi hingga siang hari cuaca cerah, pada sore atau menjelang malam tiba-tiba muncul awan yang berwarna gelap atau awan kumulonimbus.
Awan kumulonimbus ini menurutnya, patut diwaspadai. Karena dari awan kumulonimbus ini bisa menghasilkan cuaca ekstrim berupa angin kecang, hujan lebat disertai petir. Kondisi cuaca seperti ini menurutnya tidak mengenal tempat. Sehingga bisa terjadi di mana saja.
“Secara jamaknya angin kencang bisa terjadi puting beliung juga. Artinya tanpa puting beliung namanya angin kencang bisa menghasilkan resiko bencana. Itu yang perlu diwaspadai masyarakat,” tegas Gigik Nurbaskoro.
Di Banyuwangi terdapat 8 zona musim. Gigik Nurbaskoro menjelaskan, dari 8 zona musim yang ada di Banyuwangi ini, sebagian sudah mulai mengalami hujan. Dia menyebut, pada awal Oktober ini memang masih dalam masa transisi musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.
“Di masa transisi umumnya dari pagi hingga sore rata-rata terik. Cuaca ekstrimnya, jelang malam sampai malam. Itu ada potensi cuaca ekstrim hujan lebat angin kencang, puting beliung,” terang dia.
Meski demikian, lanjut Gigik Nurbaskoro, kewaspadaan masyarakat tidak perlu berlebihan. Meskipun terdapat awan kumulunimbus, belum tentu menghasilkan cuaca ekstrim tetapi potensi itu ada.
Secara umum, lanjutnya, wilayah Banyuwangi akan memasuki musim hujan pada awal november 2021. Puncak musim hujan akan terjadi pada Januari sampai Februari 2021.Gigik Nurbaskoro juga menjelaskan, saat ini kondisi atmosfir sedang labil. Kondisi ini memungkinkan terjadinya berbagai fenomena alam yang bisa mempengaruhi kondisi cuaca. Baik secara regional maupun global. Dia mencontohkan terjadinya fenomena badai lanina pada tahun lalu.
“Misalkan tiba-tiba ada tekanan rendah di utara pulau Jawa, nanti berpengaruh lagi tib- hujannya lebih tinggi,” ujarnya.