Perajin Bunga di Tengah Pandemi, Ordernya Menunggu Orang Mati
Pandemi covid-19 oleh penduduk dunia dinilai dampaknya cukup dahsyat dan mengerikan. Covid-19 mampu mengubah kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Pedagang bunga pun ikut sebal. Order andalan mereka seperti bunga ucapan pernikahan, ulang tahun, dan ucapan kantor baru, sudah satu setengah tahun ini sepi, gara-gara virus Corona tersebut.
Sekarang ditambah lagi dengan adanya Pelaksanaan Pembatasan Kehidupan Masyarakat (PPKM) Darurat, membuat mereka kelimpungan.
Dengan adanya PPKM Darurat tersebut, pesta pernikahan, ulang tahun dan kegiatan lain yang mengundang kerumunan dilarang. Kegelisahan itu dirasakan oleh pedagang di sentra Pasar Bunga Rawa Belong Jakarta barat.
Sebelum pandemi sentra Pasar Bunga Rawa Belong ini tidak pernah sepi. Pembeli dari beberapa daerah berdatangan silih berganti selama 24 jam dari pagi sampai malam , hingga paginya lagi.
Tapi sekarang berbalik, pembelinya bisa dihitung dengan jari. "Dulu sampai kewalahan melayani pesanan, sekarang mah boro-boro. Karena sepi sudah ada beberapa pedagang yang terpaksa memulangkan karyawannya," kata Natan, seorang pedagan bunga di Rawa Belong.
Pasar Bunga Rawa Belong selain melayani masyarakat Jakarta, pembelinya ada yang datang dari Banten, Tangerang, Pamulang, Bekasi. Bahkan ada yang dari Bandung.
Pasar bunga terbesar se-Asia Tenggara ini terletak di Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di pasar ini pengunjung akan disodorkan pemandangan bunga yang luas seperti taman.
Para pedagang sengaja menggelar bunga-bunganya di area tengah pasar agar pengunjung bisa melihat dan mencari bunga yang diinginkan.
Bunga yang ditawarkan sangat beragam, mulai dari bunga perkebunan lokal hingga bunga impor. Ada bunga krisan, aster, anggrek, peacock, snapdragon, dan garbera.
Lalu, ada baby breath, sedap malam, lili, teratai, gladiol, bunga jengger ayam, casablanca, tulip, dan masih banyak jenis bunga lainnya.
Tak ketinggalan, terdapat jenis mawar yang didatangkan dari Malang dan Bandung. Mawar yang ditawarkan tidak hanya berwarna merah, tetapi ada juga yang berwarna putih, pink, oranye, kuning, bahkan biru dan pelangi atau warna-warni.
Dulu sebelum ada Corona, kata Natan pembeli bunga di Rawa Belong ini rebutan, tidak hanya satu dua ikat tapi sampai satu mobil. "Sekarang payah, pemerintah bisanya melarang doang, kita jadi sebal," katanya.
Lebih terpukul lagi adalah para pedagang bunga yang hanya melayani pesanan bunga papan untuk ucapan ulang tahun, pernikahan dan pembukaan kantor baru.
Mulyana, satu diantara pedagang yang merasa terpukul akibat pandemi dan kebikakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19.
Karena, pandemi ini terjadi saat pria asal Bogor itu baru mulai usaha sendiri. Sebelumnya, ia bekerja ikut orang selama 14 tahun.
Menurut Mulyana, memasuki bulan haji seperti sekarang, biasanya banyak orang menikah. Tapi, masa panen pedagang bunga sekarang berubah menjadi peceklik karena pesta, hajatan, pembukaan kantor dan kegiatan lain yang mengundang kerumunan dilarang. Sehingga banyak order yang dibatalkan.
Sekarang untuk mendapatkan order harus menunggu ada orang mati dulu. Sebab yang laku karangan bunga untuk ucapan berduka cita atas meninggalnya orang yang mereka cintai, sahabat atau rekan bisnis. Dengan kata lain, para pedagang bunga baru tersenyum manakala ada orang yang meninggal dunia.
"Kedengarannya saru, tapi faktanya seperti itu. Menunggu orang mati dulu, baru ada order," kata Yeni Florist, pemilik lapak bunga di Jl Budi Raya Kebun Jeruk Jakarta Barat, dengan nada bercanda.
Karena Mulyana tergolong pemain baru, jaringannya belum begitu banyak. Order yang diterima sebagian besar merupakan limpahan dari pemain lama.
Karena order diterima dari tangan kedua untung yang diperoleh Mulyano juga harus dibagi. Ia mengambil contoh bunga papan ukura 150x140 cm harganya sekitar Rp500 ribu.
"Tergantung isi bunganya. Kalau umumnya yaitu bunga krisan, aster, lili, kalau diisi anggrek, peacock, snapdragon, dan garbera harganya bisa Rp1 juta lebih," katanya.
Karena ordernya dari pihak ke dua, Mulyana hanya menerima Rp300 ribu. Maka, untung yang diperoleh lebih kecil dari pemberi order.
Bahkan, ada yang mau menerima lebih rendah dari itu. "Pertimbangannya daripada tidak ada order," kata Mulyana kepada ngopibareng.id, Minggu, 18 Juli 2021.
Tapi suami Yeni yang setia membantunya merangkai bunga tidak ikut-ikutan banting harga. Ia ingin menjaga mutu, dan mengawali karirnya dengan niat yang baik.
Pengalaman mengirim bunga papan ucapan berduka cita di saat PPKM Darurat, menurut Mulyana cukup ribet. Harus muter-muter dulu karena jalan banyak yang disekat.
Karena proses pemakamannya mengikuti protokol Covid, bunga ditinggal begitu saja di samping atau depan rumah duka yang tertutup rapat. Tidak banyak tetangga yang tahu kalau di rumah itu ada yang meninggal dunia.
Tidak ada yang memasang bendera kuning atau palam merah lazimnya ada orang meninggal. "Kita nikmati saja, semoga masa sulit ini segera berakhir," kata Mulyana berharap.
Advertisement