Penyusupan Akidah dalam Kitab Syaikh Abdul Qadir Jailani
Pada pertemuan singkat bersama Sidi Syaikh Fadhil Al-Jailani di kantor Jailani Center, Istanbul Turki, beliau membuka kitab Syaikh Abdul Qadir Jailani yang bernama Al-Ghunyah. Beliau membacakan uraian Syaikh Abdul Qadir tentang bab Iman:
الايمان يزيد بالطاعة وينقص بالعصيان ويقوى بالعلم ويضعف بالجهل
"Iman dapat bertambah karena ibadah dan iman bisa berkurang karena perbuatan dosa. Iman menjadi kuat karena ilmu. Dan iman menjadi lemah karena bodoh."
Lalu kemudian tiba-tiba ada kalimat:
وقد انكرت الأشعرية زيادة الايمان ونقصانه
"Sungguh kelompok Asy'ariyah ingkar terhadap bertambah iman dan berkurangnya iman"
Syekh Fadil menjelaskan baik secara langsung atau dalam catatan kaki yang beliau Tahqiq:
هذه عبارة مدسوسة
"Ini adalah redaksi yang disusupkan"
Kata beliau Syekh Abdul Qadir Jailani tidak mencela Ulama Asy'ariyah.
Fakta Penyusupan
Kebetulan sekali beliau sebagai cicit Syekh Abdul Qadir Jailani dan membahas kitab Al-Ghunyah, langsung saja saya tanyakan apakah benar dalam Al-Ghunyah tersebut Syekh Abdul Qadir Jailani memaknai Istiwa' dalam Al-Qur'an dengan makna duduk dan bersemayam? Dengan nada tinggi beliau menjawab: "Madsus, itu juga susupan!!!" Tidak hanya di negara anda. Di negara lain juga mereka melakukan itu", kata beliau dengan nada tinggi.
Beliau menjelaskan dalam Bahasa Arab dengan membuka kitab Al-Ghunyah 1/267 bab sifat Arsy dan Istiwa', bukti kalau itu susupan adalah dengan melakukan komparasi terhadap Tafsir Al-Jailani yang juga karya Syekh Abdul Qadir Jailani (Syekh Fadil sudah mentahqiqnya). Di dalam Tafsir tersebut ketika menjelaskan makna Istawa Syekh Abdul Qadir menafsirkan:
استقر بالرحمة العامة
"Allah menetap dengan rahmat-Nya yang luas"
Beliau menjelaskan bukan dzat Allah yang menetap, tapi rahmat-Nya. Artinya Syekh Abdul Qadir tetap melakukan Takwil sama seperti ulama Asy'ariyah.
Dengan demikian, pernyataan kelompok Salafi bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani memiliki keyakinan akidah seperti mereka adalah pengakuan yang tidak benar dan mereka hanya menggunakan kitab yang telah didistorsi.
Demikian catatan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.