Penyelamat Rumah Sakit di Masa Berat
Peran dr Mohammad Basoeki dalam menyelamatkan kelangsungan Rumah Sakit Mata Undaan sangat besar. Ia tidak hanya menjadi sosok pemimpin transisional, dari kepemimpinan dokter Belanda ke dokter Pribumi. Tapi juga berhasil mempertahankan eksistensi RS hingga tetap hidup sampai sekarang.
Basoeki memimpin Rumah Sakit Mata Undaan dengan mengandalkan sumbangan dari para donatur. Ketika para penyumbang untuk kegiatan rumah sakit mata itu makin lama makin mengecil. Menyusut terus. Tidak seperti ketika zaman Belanda yang mendapat dukungan korporasi saat itu.
Saat masih dipegang dr Doeschate, sumbangan untuk Rumah Sakit Mata Undaan dari negeri Belanda masih mengalir. Meski tidak sebesar ketika masa sebelum kemerdekaan. Basoeki, dokter mata lulusan Universitas Indonesia yang berjiwa pejuang itu ternyata bisa menjaga Rumah Sakit Mata Undaan tetap operasional dalam segala keterbatasan.
Dokter Badri menggambarkan, saat dia masih menjadi wakil direktur bersama Basoeki, kemampuan Rumah Sakit Mata Undaan untuk menggaji para suster pun terbatas. Kembang kempis. Seperti para abdi dalem keraton Solo dan Jogjakarta yang mendapat upah seadanya. Bahkan, terkadang tak gajian.
Kemampuan Basoeki dalam mempertahankan kelangsungan RS ini juga diakui Ir Doelatif, Ketua P4MU (1994-2019). Demikian pula Soediatmono, distributor obat yang terlibat dalam kepengurusan perkumpulan pemilik RSMU sampai sekarang. Keduanya bergabung dengan P4MU sejak Basoeki masih menjadi direktur.
''Yang hebat, dalam keterbatasan dana, Pak Basoeki mampu merawat gedung tinggalan Belanda ini dengan baik. Saya nggak tahu dari mana sumber dananya. Tapi setiap tahun, ia bisa mengecat gedung ini sehingga tetap bagus dan terawat dengan baik,'' kata Doelatif.
Penggemar musik keroncong ini lantas punya teori. Soal sikap kerasnya Basoeki terhadap anak buah. Yang tak segan menghukum dengan memotong gaji jika mereka memecahkan atau merusak barang rumah sakit. Atau saat menghilangkan alat kesehatan.
''Pak Basoeki itu kereng (keras, red). Kalau ada karyawan yang merusakkan barang rumah sakit harus mengganti dengan potong gaji. Tak peduli karyawan rendah. Ini karena biar mereka betul-betul menjaga barang yang ada. Karena terbatasnya dana,'' tambah Doelatif.
Perkenalan Doelatif dengan Basoeki pun juga karena keterbatasan Rumah Sakit Mata Undaan. Suatu ketika ada alat yang dimiliki Rumah Sakit Mata Undaan rusak. Basoeki lantas minta keponakannya yang dosen ITS untuk memperbaiki. Tapi gagal. Keponakan Basoeki itu lalu meminta bantuan Doelatif.
Apa yang terjadi? Pria yang juga dosen elektro perguruan tinggi kenamaan di Surabaya itu dikenalkan ke Basoeki. Diminta membetulkan alat yang rusak. Eh, berhasil. Doelatif sukses''mengakali'' alat penunjang kesehatan yang rusak menjadi kembali bisa digunakan.
Sejak saat itu, Doelatif sering diminta bantuan kalau ada alat yang bermasalah. Apalagi yang ada hubungannya dengan masalah elektro. Alat-alat penunjang kesehatan yang diperoleh dari sumbangan berbagai pihak.
Soediatmono punya cerita lain. Ia ikut membantu mencarikan sponsor Basoeki ketika membangun gedung pertemuan Rumah Sakit Mata Undaan. Bangunan baru itu dibiayai dari dana sumbangan perusahaan obat mata. Di masa kepemimpinan Basoeki.
''Pak Basoeki itu suka olah raga tenis meja. Pingpong. Kalau main pingpong selalu bersama salah satu pembantunya di sini. Tempatnya di gedung itu,'' tambah Soediatmono. Ia juga menggambarkan sikap keras dan tegasnya Basoeki. (Arif Afandi/Bagian 10)