Penyelamat Aset
Saya perlu memuji mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Khususnya dalam hal penyelamatan aset pemerintah kota. Saat dia masih menjabat sebagai orang pertama di Surabaya.
Bagaimana bisa? Inilah hasil kolaborasi apik pemerintah kota dengan aparat kejaksaan. Sejak Kajari Surabaya dipimpin Didik Farhan. Jaksa kelahiran Bojonegoro yang pernah berkarir menjadi wartawan.
Proses penguasaan kembali aset-aset pemerintah kota Surabaya ini diteruskan Kajati Jatim Mohamad Dofir. Orang Madura alumnus Universitas Airlangga. Yang juga komit menyelamatkan aset negara.
Cara penguasaan kembali pun unik. Dengan pendekatan legal. Tapi bukan untuk memenjarakan pengalih haknya. Asal mau mengembalikan asetnya ke pemerintah, mereka dibebaskan dari ancaman pidana.
"Hampir semu proses pengalihan aset itu ada celah pidananya. Tapi target kita bukan memidanakan. Hanya mengembalikan aset itu dalam penguasaan pemerintah," kata Didik yang pernah menjadi Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim ini.
Cara itulah yang bikin sejumlah aset legendaris kembali ke tangan pemerintah. Seperti aset YKP (Yayasan Kas Pembangunan), Gedung Gelora Pancasila, dan Jalan Kenari. Juga banyak aset lain yang tersebar di Surabaya.
BERPINDAH LEWAT BERBAGAI CARA
Sejumlah aset itu berpindah penguasaan ke swasta dengan berbagai cara. Mulai dari cara tukar lahan sampai dengan penguasaan lewat gugatan di pengadilan. Tentu ada kong kalikong dengan pejabat di dalam.
Banyak sekali aset Pemkot yang pindah tangan karena kalah di pengadilan. Seperti umumnya, pemerintah dulu tak mampu bayar pengacara yang handal. Apalagi dalam sistem peradilan yang belum sempurna.
Meski dasar hukumnya kuat, tidak gampang memenangkan perkara. Apalagi kalau berhadapan dengan mafia lahan yang bisa melakukan apa saja. Sementara pemerintah ada korodor ketat untuk mengeluarkan anggaran. Tak mungkin membiayai yang non prosedural.
Pengadilan menjadi andalan terakhir untuk mengabsahkan pengalihan hak. Bahkan ada pejabat yang tidak bertanggungjawab yang bekerjasama untuk mengalihkan aset-aset dengan menggugatnya di pengadilan. Dan selalu berakhir kalah.
Sejarah peralihan aset YKP lebih unik lagi. Yayasan itu dulu didirikan Pemkot. Untuk membantu pengadaan rumah bagi warga Surabaya. Nah, begitu lahir UU Yayasan, Pemkot yang mendirikan tak menguasainya.
Padahal dari sejarah pendirian sampai dengan lokasi kantornya pun amat jelas. Cetho welo-welo kalau yayasan itu terkait erat dengan Pemkot Surabaya.
Banyak lahan perumahan yang dibangun di atas tanah hijau. Tanah yang secara legal milik pemerintah. Yang sertifikatnya atas nama pemerintah. Pembeli rumahnya belum bisa menjadi sertifkat hak milik.
Bahkan kantornya YKP berada di komplek Balai Kota Surabaya. Berjajar diantara kantor-kantor dinas pemerintah kota. Itu bisa menggambarkan sejarah keberadaan YKP.
Upaya mengembalikan aset YKP ke pemerintah kota sebetulnya sudah berlangsung sejak sebelum Risma menjadi walikota. Tapi belum berhasil. Baru menuai hasil setelah ada keterlibatan kejaksaan.
Dulu saat Bambang DH dan saya di pemerintah kota, upaya mengambil alih aset YKP itu sudah dilakukan. Tapi selalu mentok di tengah jalan. Belum menemukan jalan lapang agar mereka mengembalikannya.
Risma beruntung menemukan Didik Farhan yang punya komitmen untuk bergerak menyelamatkan aset negara. Ia juga beruntung menjadi walikota saat Kejaksaan sedang membangun kembali kredibilitasnya.
Sebab, mengembalikan aset bernilai triliunan rupiah tidak hanya butuh komitmen kuat. Tapi juga integritas kuat aparat hukum yang menanganinya. Tanpa integritas tak mungkin berhasil karena terlalu besar godaannya.
"Kalau saya mau berkompromi dengan mereka (para mafia asset negara) pasti tak akan berhasil. Sebab, nilai asetnya sangat besar. Mereka dengan gampang bisa menyisihkan dana untuk mempengaruhi kita," kata Didik suatu ketika.
Kini sejumlah aset Pemkot Surabaya yang sudah puluhan tahun dikuasai swasta telah kembali. Bahkan aset plus perusahaan seperti PT YKP yang bergerak di bidang properti. Bukan hanya asset yang bersifat fasilitas umum.
PEKERJAAN RUMAH PEMKOT
Pekerjaan rumah Pemkot sekarang adalah bagaimana menjadikan aset-aset itu produktif. Tidak menjadi asset mangkrak yang justru menimbulkan biaya perawatan maupun pengamanannya ke depan.
Menjadikan aset negara bekerja keras seperti harapan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menteri perempuan hebat itu mendorong kita untuk meniru negara-negara maju. Yang menjadikan aset mereka bekerja keras.
''Di negara maju itu orangnya bisa santai menikmati. Tapi uang dan asetnya bekerja keras dipakai untuk investasi. Kalau kita di Indonesia, orangnya kerja keras tapi asetnya tidur,'' katanya.
Saya kira pemerintah Surabaya tak ingin menjadi tipe yang orangnya kerja keras tapi asetnya tidur. Apalagi mangkrak karena tak kekurangan ide dan takut untuk mengoptimalkan.
Tantangannya memang bukan hanya bagaimana mengembalikan aset yang sempat hilang. Tapi juga bagaimana menjadikan aset yang telah kembali itu lebih produktif dan bermakna bagi warga kota Surabaya.