Penyegelan SDN 1 Klatak, Polisi dan Pengadilan Tak Tahu
Penyegelan SDN 1 Klatak, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi dilakukan di luar sepengetahuan aparat kepolisian dan Pengadilan Negeri Banyuwangi. Pihak Kepolisian mengetahui adanya pemasangan banner dan batu di pintu masuk SDN 1 Klatak dari masyarakat.
“Tahu-tahu ada informasi itu (pemasangan banner dan penimbunan batu) dari masyarakat. Tidak ada izin, tidak ada permisi,” jelas Kapolresta Banyuwangi, Kombespol Arman Asmara Syarifuddin melalui Kapolsek Kalipuro, Iptu Hadi Waluyo, Rabu 23 Desember 2020.
Hadi menyatakan, setelah mendapatkan informasi itu, anggota Polsek segera mencari bahan keterangan (baket) terkait hal itu. Pencarian baket ini hanya sebatas penggalian informasi seputar persoalan tersebut. Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi konflik atau pidana lain akibat kejadian ini.
“Atas kejadian itu tidak ada laporan ke Polsek dari pihak sekolah maupun pemerintah,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi Saiful Arif mengaku tidak mengetahui kasus tersebut. Namun menurutnya, mengacu pada banner yang dipasang, dasar yang digunakan pemasang banner itu adalah putusan Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara (PK TUN) dan pemberitahuan kepada Bupati. Kemungkinan, kata dia, tidak ada putusan dari Pengadilan Negeri Banyuwangi.
“Kalau melihat dasarnya, dia pakai putusan PK TUN dan pemberitahuan kepada Bupati, ya saya ragu apakah ada putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi. Kalau putusan TUN, harus ada pelaksanaan dari pejabat TUN-nya,” tegasnya.
Seperti diketahui, bangunan SDN 1 Klatak, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi ditutup. Penutupan dilakukan dengan pemasangan banner di pintu masuk sekolah dan penimbunan batu di depan pintu masuk.
Penyegelan dilakukan Dedy Mardiyanto, 42 tahun, warga Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Banyuwangi. Penyegelan ini dilakukan karena Dedy merasa sudah memenangkan sengketa tanah tersebut sejak tahun 2013. Menurut Dedy Mardiyanto, persoalan tanah SDN 1 Klatak ini sudah dilakukan gugatan TUN sejak tahun 2009 hingga ke tahap PK. Proses PK sudah selesai pada tahun 2013.
“Sampai dengan PK-lah perjalannnya. Sudah selesai PK. Kan itu sampai PK terakhir 2013. Kalau yang utara sudah saya kuasai,” jelasnya.
Dia menjelaskan, sejak 2013 sampai sekarang dirinya sudah memberikan toleransi. Karena di atas tanah tersebut digunakan untuk sekolah. Namun hingga saat ini menurutnya tidak ada kabar dari pihak-pihak terkait.
“Akhirnya kemarin saya surati mohon untuk penutupan. Terjadilah (penyegelan itu),” jelasnya.
Advertisement