Penderita Retardasi Mental Ini Tetap Diadili
YLBHI-LBH Surabaya, LBH Disabilitas, dan Disability Motorcycle Indonesia (DMI), Surabaya menuntut kepada Pengadilan Negeri Surabaya agar membebaskan tersangka Agustinus Dwijo Widodo. Dia menjadi tersangka dalam kasus pencurian. Padahal dia adalah penyandang disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan ahli psikologi, Riza Wahyuni, S.Psi, Msi.
Hasil pemeriksaan Riza ini disampaikan dalam persidangan pada tanggal 13 November 2017 lalu. Berdasar pemeriksaan Riza, Agustinus memiliki kapasitas intelegensi pada kapasitas retardasi mental ringan. Secara fisik memang tampak normal, namun sebenarnya cenderung mengalami gangguan intelektual.
Kasus ini bermula pada tanggal 2 Juli 2017 lalu. Saat itu, Siatin yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah milik di sekitar Moch. Oloan Ritonga di Perum IKIP Gununganyar Indah. Dia menemukan rumah majikannya dalam kondisi acak-acakan.
Dia curiga bahwa rumah majikannya telah dibobol pencuri. Siatin pun bemaksud mengajak Agustinus untuk melaporkan peristiwa tersebut. Kebetulan Agustinus juga bekerja paruh waktu di Oloan Ritonga sebagai perawat burung.
Kemudian, Siatin, Agustinus dan Herry Prationo sebagai Ketua RT melaporkan peristiwa ini ke Polsek Rungkut. Awalnya mereka bertiga hanya dimintai keterangan. Namun dalam perkembangannya kemudian, Siatin bersama dengan Herry diperbolehkan pulang sedangkan Agustinus tak boleh pulang.
“Selama proses pemeriksaan itu, Agustinus ternyata dipaksa mengaku sebagai pelaku pencurian dua jam tangan perempuan merk Etinne Agner dan Citizen oleh penyidik. Agustinus juga mengaku dipukul menggunakan sepatu dan diancam akan dihukum berat jika tidak mengaku,” kata Hosnan Kepala Bidang Penanganan Kasus YLBHI-LBH Surabaya, Rabu, 6 Desember 2017.
Selain kasus kekerasan selama pemeriksaan polisi, YLBHI-LBH Surabaya juga mencatat adanya kejanggalan selama dalam masa penahanan. Misalnya saja, penasihat hukum tidak diperbolehkan mengunjungi Agustinus, kecuali pada saat jam kunjungan biasa. Padahal berdasarkan Pasal 70 ayat (1) KUHAP, penasihat hukum berhak menemui terdakwa setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.
Kejanggalan juga terjadi pada saat akan dilakukan pemeriksaan psikologis terhadap Agustinus. Ahli Psikologi tidak diberikan waktu khusus untuk kepentingan pemeriksaan. Padahal dalam rangka pemeriksaan psikologis tersebut sudah mendapat ijin tertulis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Jawa Timur.
“Akibatnya, pemeriksaan psikologis dilakukan dengan menggunakan jam kunjungan biasa dan waktunya tidak maksimal,” ujar Hosnan.
Dalam kasus ini Hosnan menganggap, penyidik tidak profesional dalam menangani kasus ini. Penyidik dianggap mengabaikan prinsip-prinsip fair trial dan cenderung memanfaatkan Agustinus yang menyandang disabilitas, untuk dijadikan pelaku pencurian.
Oleh karena itu, YLBHI-LBH Surabaya, LBH Disabilitas, dan Disability Motorcycle Indonesia (DMI) Surabaya meminta secara tegas agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani perkara ini membebaskan Agustinus Dwijo Widodo dari segala tuntutan hukum.
“Kasus yang menimpa Agustinus Dwijo Widodo ini tentu menjadi kado buruk bagi peringatan hari disabilitas dunia pada tanggal 3 Desember 2017 kemarin dan sekaligus sebagai bentuk pengingkaran terhadap UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,” kata Hosnan. (amr)
Advertisement