Penyair Viddy Alymahfoedh Daery Meninggal Dunia
Penyair kelahiran Lamongan, Viddy Alimahfoed Daery meninggal dunia. Informasi meninggalnya Viddy yang pada tahun-tahun belakangan aktif melacak sejarah terbentuknya Kota Lamongan ini datang dari Hasan Basri, koleganya saat bekerja di stasiun TV Nasional TPI.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun. Telah meninggal dunia Penyair, novelis, Viddy Ad Daery Laren Lamongan Jawa Timur tadi pagi jam 05.30. Semoga amal ibadahnya diterima Allah swt, dosanya diampuni dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Viddy, yang nama aslinya Ahmad Anuf Chafidzi, meninggal di kampung halamannya, Lamongan. Sebelumnya dia tinggal di Depok. Tahun lalu dia pulkam, dan kena serangan stroke saat berada di kampung halaman. Stroke itu dia derita hingga akhir hayatnya.
Viddy lebih tepatnya adalah seorang sastrawan, karena dia juga menulis banyak cerita pendek dan novel. Dia juga menulis cerita untuk drama televisi. Dua naskahnya menjadi bagian dari serial TV TPI pada tahun 80an, yakni ACI (Aku Cinta Indonesia). Tahun 1996 Viddy keluar dari TPI untuk jadi penulis lepas.
Beberapa novel karya Viddy antara lain Gita Cinta Universitas Airlangga, Sungai Bening, Pendekar Sendang Drajat dan Misteri Gajah Mada Islam.
Dia sangat bangga ketika puisinya yang ditulis tahun 1981, berjudul Surabaya, Mari Bicara Empat Mata, dibacakan oleh Wali Kota Surabaya ketika itu, Purnomo Kasidi. Kepada teman-temannya, alumni FISIP Universitas Airlangga angkatan 1980/1981 ini memuji wali kota surabaya yang disebutnya sangat memperhatikan perkembangan seni di Surabaya.
Puisi karya Viddy ini pernah dipakai sebagai puisi wajib pada Lomba Lomba Deklamasi DKS tahun 1982, dibahas dan dibedah oleh DKS, dijadikan puisi wajib pada upacara-upacara di Surabaya sepanjang 80-an oleh Wali Kota Surabaya dr.Purnomo Kasidi, dan dijadikan videoklip TVRI Surabaya.
Jil Kalaran, seorang seniman sahabat Viddy di Surabaya juga memuji puisi karya almarhum itu.
"Saya mengenal Viddy ya justru dari puisinya yang sangat menggugah saya itu, Surabaya Mari Bicara Empat Mata. Ini puisi naratif dengan bahasa yang sangat sederhana, tetapi tampak sekali dialog yang intens antara dirinya dengan kota surabaya. Sajak ini kritik terhadap Kota Surabaya yang di matanya tidak memanusiakan warga. Kota berjalan sendiri seperti tanpa mata dan telinga. Dan puisi ini mengkritik tanpa berteriak. Viddy juga seorang pembelajar yang baik dan giat. Di mana pun dia berada, dia pasti bisa melakukannya dengan baik. Dan satu hal yang sulit dia hilangkan adalah, dia terlalu mencintai dirinya sendiri," kata Jil Kalaran.
Meskipun banyak menulis puisi dan cerpen, tapi cita-cita Viddy sebenarnya ingin menjadi wartawan. Rusdi Zaki, seniman, wartawan sekaligus teman seangkatan almarhum di Fisip Unair mengatakan, dia sempat masuk AWS (Akademi Wartawan Surabaya) karena pingin jadi wartawan.
"Suatu saat, ketika dia dengar Tabloid Monitor butuh koresponden di Surabaya, dia berangkat ke Jakarta untuk menemui Arswendo, pemimpin redaksinya. Dia bawa setumpuk karyanya berupa puisi dan skenario film, untuk diperlihatkan pada Arswendo. Melihat tumpukan kertas di mejanya itu, Arswendo langsung berkata, aku gak butuh penulis, tapi aku butuh wartawan. Gagallah Viddy jadi korensponden Tabloid Monitor di Surabaya," cerita Rusdi Zaki. Tapi gara-gara ditolak Arswendo itu Viddy jadi penulis yang sangat produktif, tambahnya.
Viddy Alimahfoed Daery dalam beberapa tahun terakhir banyak mengelana ke negara-negara tetangga untuk melakukan seminar kebudayaan Nusantara, ke Brunei, Singapura, Malaysia dan Thailand. Perjalanannya dia ceritakan di akun Facebook miliknya. Dia memang aktif di platform ini.
Tetapi belakangan dia berhenti aktif di Medsos. Postingan terakhirnya di Facebook adalah bulan Mei lalu, dengan mengunggah foto dirinya duduk di kursi roda, disertai narasi; persiapan dijemur. Viddy terkena stroke.
Hari ini Viddy telah menyelesaikan perjalanan dan kisah-kisahnya. Kematian, mari bicara tanpa tatapan mata.
Berikut adalah puisi karya Viddy Alimahfoed Daery berjudul Surabaya Mari Bicara Empat Mata;
Viddy Alymahfoedh Daery :
Surabaya Mari Bicara Empat Mata
Surabaya, mari bicara empat mata, yang enak-enak saja dan tak perlu terlalu tergesa. Surabaya mari saling memberi dari hati ke hati. Aku melihat matamu lelah dan aku ingin mengajakmu berkata-kata. Surabaya kau adalah sahabatku dan aku melihat kau begitu gugup dan menyimpan beban. Kenapa kita tidak duduk-duduk di tepi jalan, di bawah akasia yang langka, mencoba menghirup udara, dan kau mulai bercerita? Aku akan mencoba memahami segala sesuatunya, dan aku akan mencoba membantumu menguraikan persoalan. Ayolah kita berbincang, sambil kita panggil penjual legen dan buah siwalan, dan kau bisa terus bercerita dengan lebih enak, yang leluasa dan santai saja.
Surabaya kurasa itu lebih enak, marilah sekali-kali kita coba begitu, membuka keruwetan tanpa harus terlalu tegang.
Tapi kau tak mau mendengar kata-kataku. Surabaya, kau tak mau mendengar kata-kataku. Kau lebih suka mengurung diri di kamarmu yang dikawal seratus penjaga, yang membikin nyaliku keburu kecut sebelum sempat mengetuk pintu, atau kalau tidak begitu, kau lebih suka mengurung diri di tingkat paling atas hotelmu yang paling mewah, membikin aku menjadi segan dan enggan menemuimu.
Surabaya aku ingin mengajakmu berbincang lebih santai, di tepi jalan, jalanmu sendiri, di bawah pohon, pohonmu sendiri.
Tapi kau tak mendegar kata-kataku, dan kata-katakupun ditelan deru kendaraan yang setan dan tak pernah kenal istirah, kata-katakupun ditiup anginmu yang selalu terasa panas dan sesak, kata-kataku hanyut tersangkut-sangkut di sungaimu yang selalu kelihatan kotor dan keruh.
Surabaya, 1981
Advertisement