Penulis Senior dan Guru Besar Toeti Heraty Noerhadi Wafat
Dunia sastra Indonesia kehilangan salah satu tokohnya. Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi binti R. Roosseno dikabarkan meninggal dunia. Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi binti R. Roosseno adalah guru besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus penulis senior.
Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi binti R. Roosseno meninggal di usia 87 tahun. Dia menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit MMC Jakarta pada hari Minggu, 13 Juni 2021, pukul 05.10 pagi karena sakit.
Almarhumah akan disemayamkan di rumah duka di Jalan Cemara Nomor 6, Menteng, Jakarta Pusat dan akan dimakamkan siang nanti setelah salat dzuhur di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak Jakarta.
Toety Heray juga aktif mengikuti festival internasional, di antaranya Festival Penyair International di Rotterdam (1981) dan International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City (1984). Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, antara lain dalam bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Rusia dan Prancis.
Semasa hidupnya Toeti Heraty dijuliki sebagai "satu-satunya wanita di antara penyair kontemporer terkemuka Indonesia". Puisi-pusinya digambarkan sebagai sulit dimengerti, mengkombinasikan 'ambiguitas yang disengaja' dengan 'perumpamaan yang asosiatif dan tak dinyana'.
Namun mungkin gayanya yang menggunakan ironi dalam menggarisbawahi kedudukan rendah wanita di masyarakat patriakhal, yang membuat puisinya berbeda dengan para penyair lainnya. Ia menerbitkan kumpulan puisi pertamanya, berjudul "Sajak-Sajak 33" pada tahun 1974, termasuk di dalamnya "Dua Wanita", "Siklus", "Geneva Bulan Juli".
Kumpulan puisinya yang kedua, "Mimpi dan Pretensi" terbit tahun 1982. Ia juga melakukan editing sebuah terbitan puisi berbahsa Belanda dan Indonesia, dan sebuah koleksi puisi dari para penyair wanita.[6] Puisinya yang terbaru, "Calon Arang: the Story of A Woman Victimized by Patriarchy", adalah lirik setebal buku, yang memberikan pandangan kritis atas persepsi dari figur tipikal Indonesia, Calon Arang. Puisi itu menghadirkan gambaran tiga dimensi dari seorang wanita yang mencoba bertahan terhadap lingkungan patrikhal yang represif, tetapi malangya ia malah dianggap sebagai penyihir legendaris.[2]