Pentingnya Pendidikan Politik, Ini Program Pemuda Muhammadiyah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto menyampaikan, pendidikan politik amat diperlukan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dari yang sebatas prosedural-identitas. Seperti di Indonesia agar sampai di tingkatan substansial.
Hoaks atau berita palsu, menurutnya merupakan penghambat utama dalam pertumbuhan kualitas demokrasi.
"Problem terbesar saat ini adalah pengendalian informasi terutama dari tokoh agama dan politik, karena kepercayaan publik terhadap mereka saat ini masih tinggi. Jika mereka menyebar hoaks, maka publik akan mengikuti mereka, apalagi jika digoreng dengan ideologi yang sama.
"Kemungkinan yang muncul adalah perpecahan di antara anak bangsa. Kalau ini terjadi, tidak ada fungsinya demokrasi yang sudah lama dibangun," kata Sunanto, dikutip ngopibareng.id, Sabtu 30 Maret 2019.
Alih-alih melakukan pendidikan politik, Sunanto juga menyesalkan banyaknya meme, narasi, hingga berita yang dibuat oleh media masa yang tidak membangun kualitas demokrasi tetapi tetap diproduksi karena memiliki rating yang tinggi bagi keuntungan media masa tersebut.
"Kita terutama Pemuda Muhammadiyah harus bersama melawan ini agar tidak terjadi ketidakpercayaan (terhadap politik dan demokrasi). Semua suara harusnya sudah terkontrol. Karena magnitude mengikuti politik sangat tinggi," tegas Sunanto.
Sebelumnya, ia mengungkapkan hal itu, saat organisasi yang dipimpinnya menggelar Diskusi Berseri Literasi Politik di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jumat 29 Maret 2019.
Pada Diskusi Seri pertama tersebut, tema yang diangkat adalah “Hoax Mengancam Demokrasi" dengan melibatkan sejumlah pembicara seperti Komisioner KPU RI Pramono T, Komisioner Bawaslu RI Muhammad Afifuddin, Deputi Direktur Perludem Khoirunnisa dan peneliti IndoStrategi Arif Nurul Iman.
"Kita terutama Pemuda Muhammadiyah harus bersama melawan ini agar tidak terjadi ketidakpercayaan (terhadap politik dan demokrasi). Semua suara harusnya sudah terkontrol. Karena magnitude mengikuti politik sangat tinggi," tegas Sunanto.
Oleh karena itu, Sunanto menyarankan agar pemerintah mengubah cara sosialisasi lembaga politik negara maupun rakyat dari yang tidak komunikatif dan boros seperti spanduk kepada yang bersifat interaktif dan hemat. Kunci selanjutnya adalah membuka partisipasi masyatakat seluas-luasnya.
"Ini yang harus diperbaiki agar kita dapat meraih target substansi. Bukan tugas yang mudah untuk melakukan ini, hoaks adalah kanker demokrasi yang harus dilawan agar demokrasi prosedural berubah menjadi substansial. Ini bagian dari amar maruf nahi munkar agar masyarakat memilih dengan hatinya tanpa ada ketakutan," tutup Sunanto. (adi)