Pentingnya Mengesahkan RUU PKS Bagi Para Korban
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surabaya (BEM FH Ubaya) mengadakan seminar nasional bertajuk 'Mengulik Kontroversi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)' di Auditorium Gedung MA Kampus Ubaya Tenggilis, Surabaya, Jumat 22 November 2019.
Dalam seminar tersebut menghadirkan dua pembicara, yakni Sri Nurherwati selaku Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Prof. Topo Santoso selaku Guru Besar Hukum Universitas Indonesia.
"Dalam hal pelecehan seksual sangat penting untuk melindungi korban, dan memberikan efek jera bagi pelaku. Untuk itu penting mengesahkan RUU PKS," ungkap Sri Nurherawati.
Sayangnya menurut Sri sapaanya, pengesahan undang-undang ini terlalu berbelit. karena menurut Sri ada orang yang gagal paham dan menggalang dukungan untuk menghentikannya.
"Padahal kami ingin mendorong lapisan masyarakat untuk mendukung mengesahkan RUU PKS sesuai kajian. Kajian dari sisi angka, layanan, penegeakan hukum, bagaiman korban terpulihkan, hingga efek jera bagi para pelaku agar tidak mengulangi," ucap Sri.
Ia pun menjelaskan RUU PKS mempunyai enam elemen kunci penting seperti pencegahan agar perempuan dan anak-anak tidak mengalami tindak pidana.
RUU PKS, lanjut Sri, nantinya juga akan menjadi hukum acara. Yang dapat mempermudah penegak hukum dalam memperoses kasus yang terjadi. Sehingga memudahkan korban untuk melapor dan mendapat penanganan.
Selain itu, soal pemulihan bagi korban yang mengalami trauma juga bisa mengikuti kajian yang ada.
Tidak adanya kejelasan tentang hukum tindakan pelecehan seksual ini, juga berdampak pada salah satu korban yang hadir. Mawar (nama samaran) korban yang pernah mengalami kekerasan seksual oleh pasangannya ini mengaku jika dari sisi hukum yang ia jalani, dirinya dan saksi tidak mendapatkan perlindungan hukum.
"Kasus yang aku alami itu lebih ke UU ITE dan pengancaman. Yang aku butuhkan perlindungan untuk aku dan saksiku. Karena aku khawatir nanti tersangka yang sudah bebeas dendam dengan saksiku dan akan mengancam balik," kata Mawar ditemui di acara tersebut.
Menurut Mawar, hukuman yang diberikan pada pelaku juga tak sebanding dengan pelecehan seksual yang ia alami. Selama lima tahun diperlakukan tidak baik. Ia juga sering mendapatkan ancaman, sehingga menyebabkan kecemasan hingga tak bisa tidur.
"Tapi pelakukanya hanya dihukum selama dua tahun, dan sebentar lagi ia akan kelauar dari penjara. Saya takut perbuatannya dulu menyebarkan foto saya terulang lagi," ceritanya.
Sampai saat ini, ia pun masih bertanya apakah barang bukti berisi foto-fotonya tersebut dapat dihilangkan.
Menurut pembicara yang lain, Prof. Topo hal tersebut bisa dikonsultasikan Mawar pada Kominfo. Karena menyebaran foto tersebut melalui internet.
"Idelanya mengenai hal ini, Kominfo sudah mempunyai panduan bahkan ia juga memberi pelatihan untuk polisi dan hakim-hakim. Kalau masalah seperti penyitas bisa dikonsultasikan dengan Kominfo agar foto tersebut bisa dihapuskan," pungkas Topo.
Advertisement