Pentas Seni Ponpes Asshidiqiyah, Santri Tak Hanya Bisa Ngaji
Minsed atau pola pikir yang menganggap santri itu hanya bisa ngaji, harus diubah. Orang yang masih memiliki pola pikir dan penilaian seperti itu pertanda tidak mengikuti sejarah perkembangan pondok pesantren saat ini.
Ungkapkan itu disampaikan beberapa santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kedoya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, pada pentas seni puncak peringatan HUT ke 38 Asshiddiqiyah Sabtu malam 9 September 2023.
Pentas seni yang dihadiri sekitar 3500 santri dan undangan, menampilkan berbagai macam seni budaya dari berbagai daerah. Di antaranya tarian tradisional dari Jawa Barat, Palembang, Padang, Aceh, Jawa dan ada pula tarian dari Papua. Seluruhnya dimainkan oleh santri Asshiddiqiyah.
Band Santri grup kosidah, rebana, hadrah, serta fashion busa muslim, juga ikut mengisi pentas seni yang berlangsung meriah. Bahkan beberapa santri ada yang ikut bergoyang, mengikuti irama padang pasir.
Salah seorang wali santri yang biasa dipanggil Ustad Kolil, menyampaikan para santri merasa terhibur dengan kegiatan seperti ini. Hal itu mengingat para santri jarang bertemu dengan keluarga.
Siang hari para santri juga menyelenggaran karnaval nusantara yg diikuti lebih dari 5000 santri dan keluarga besar Asshiddiqiyah. Karnaval berlangsung di sepanjang Jl Panjang Kedoya, menjadi hiburan tersendiri bagi warga sekitar.
"Lulusan pondok pesantren banyak yang diterima di berbagai perguruan tinggi negeri, terkemuka, UI, ITB, UGM, ITS bahkan ada yang diterima di AKABRi," ujar Ubaidillah, alumnus santri Asshiddiqiyah yang telah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia.
Santri asal Malang Jawa Timur ini, kini mengabdi di Ponpes Asshiddiqiyan sebagai kepala bidang kesehatan dan penerimaan santri baru.
Menurut Ubaidillah, antara Pimpinan Ponpes Asshiddiqiyah dengan para guru dan seluruh keluarga besar Ashhiddiqiyah telah sepakat. Yaitu meneruskan perjuangan pendiri Ponpes Asshiddiqiyah almagfurllah KH Noer Muhammad Iskandar.
Sebab itu, seluruh santri Ponpes Asshiddiqiyah harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, selain piawai dalam membaca kitab.
Beberapa kitab yang menjadi rujukan Ponpes Asshddiqiyah antara lain Ta’lim Muta’lim karangan Syeh Azhar Muji, kitab Tafsir Jalallain karangan Syech Jalaludin Assayuti dan Syech Jalaludin Al-Ma’ali. Kemudian Nahwul Waraqat karangan Syarafudin Yahya Al-Amuridi tentang Ushul Fiqih.
Juga Jurumiah karangan Syech Al-Jurum tentang Nahwu, Fiqih karangan Fathul Qorib, kemudian Riyadlul Badi’ah, Safinatunnajah, Nabati Fiqiyah juz 1, 2, dan 3, Arbainnawawi, Minhatul Muis ilmu tentang hadis. Kemudian tarehnya ada Ibnu Hisyam dan Fathul Muin, kemudian hadis ada Baikhuni.
Setelah Pendiri Pinpes Asshiddiqiyah wafat pada 13 Desember 2020, kepemimpinan pesantren dilanjutkan putra sulung almarhum Gus Mahrus, yang pernah belajar ilmu agama di luar negeri.
Advertisement