Pentas Drama Wayang, Penuh Pesan "Kartini"
Kerajaan Pancala berduka. Dalam perang Baratayuda, sejumlah ksatria andalan Pandawa telah berguguran. Putra-putra Wirata, Raden Seta, Raden Wratsangka dan Raden Utara gugur di tangan Bisma. Di Pesanggrahan Hupalawiya, Pandawa pun berembug menentukan siapa yang akan menjadi senapati. Pandu, Bima, Arjuna mengajukan diri.
Tapi tiba-tiba, ada suara tegas dari seorang perempuan. “Jika diperkenankan, peperangan esok hari menghadapi Eyang Bisma biarlah Srikandi maju sebagai senapati.”
Usul Srikandi itu tentu sangat mengagetkan. Apalagi Srikandi hadir dalam pertemuan itu tanpa diundang.Arjuna langsung menyahut, “Dinda Srikandi! Apa yang kau katakan. Kau bermimpi Dinda...!”
Begitu pula Bima. Dengan suara baritonnya, Bima berkata. Sedikit emosi. “Srikandi! Apa kata para prajurit nanti jika Pandawa dipimpin senapati perempuan sepertimu!”
Tapi, Srikandi bukan tipe perempuan lemah. Ia punya pendirian. Ia inginkan kesetaraan. Maka dijawabnyalah kesangsian para Pandawa. “Maaf Kanda Bima, serendah itukah perempuan? Bukankah kita mempunyai kewajiban yang sama untuk mendarmabaktikan diri kepada negara?”
Satu jawaban berupa pertanyaan. Retoris dan diplomatis. Tidak butuh jawaban. Kresna tanggap sasmita. Ia pun berkata. “Srikandi mempunyai keikhlasan untuk maju ke medan laga, dan sudah sepantasnya harus kita berikan kesempatan untuk alasan yang diyakininya. Dinda Punta, keputusan ada di tanganmu!”
Akhirnya Puntadewa pun menyetujui. “Baiklah. Srikandi, Jika sudah bulat tekadmu, maka kau kuangkat sebagai Senapati!” Sebuah kalungan bunga disematkan pada Srikandi. Dinobatkanlah Srikandi, yang sebelumnya telah berguru memanah pada Arjuna, untuk memimpin perang melawan Bisma.
Begitulah penggalan dialog dari pementasan Drama Wayang “Srikandi Senapati” yang digelar di Pendopo Dinas Pendidikan Sukoharjo, Minggu (21/4). Pentas Sanggar Swargaloka Jakarta ini terwujud berkat kerjasama Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo dan Yayasan Mekar Pribadi.
Pentas ini sebagai rangkaian acara sosialisasi Antihoax untuk kalangan pelajar dan guru SMP-SMA/SMK se-kabupaten Sukoharjo. Sosialisasi Antihoax dilaksanakan pagi hingga siang. Narasumber sosialisasi Oetari Noor Permadi (ketua Yayasan Mekar Pribadi), Suryandoro (produser seni pertunjukan), Erwan Widyarto (pemerhati media sosial).
Pentas wayang digelar sore harinya. Digelar bertepatan dengan tanggal 21 April, sarat dengan nafas Kartini. Judul Srikandi Senapati sudah mengisyaratkan hal itu. “Srikandi itu Kartini-nya wayang. Dia memiliki ciri tangguh, tanggap, kreatif, dan kritis. Hal itu bisa dilihat dalam pertunjukan Srikandi Senapati,” ujar Produser Seni Pertunjukan Suryandoro di hadapan peserta sosialisasi Antihoax.
Selain soal ‘kesetaraan perempuan’, dialog-dialog yang ada juga berisi tentang ajakan melawan hoax. Beberapa peserta sosialisasi Antihoax sebelumnya, dipilih untuk ikut tampil dalam pertunjukan drama wayang. Dua orang siswi membaca puisi tema Kartini di awal pentas. Dua kelompok siswa ikut nembang ‘Gugur Gunung’.
Dalam cerita juga dikisahkan bagaimana Raja Parang Gubarja Jungkung Mardeya menebar kabar bohong atau hoax guna mendapatkan pujaan hatinya, Srikandi. Kendati sempat membuat warga Pancala resah, Jungkung akhirnya takluk di tangan Srikandi.
Nilai tentang kesetaraan, kebebasan dan bagaimana perempuan berusaha untuk memiliki derajat dan kesempatan yang sama dengan pria sudah terlihat di awal adegan. Seperti dalam dialog antara Srikandi dengan Betari Saraswati.
“Srikandi, Hidup adalah pilihan. Kau bebas untuk memilih jalan hidupmu dan cara mencapai cita – citamu. Jika ingin tetap jadi orang bebas, pakailah hakmu untuk memilih, sesuai keyakinan dan kata hatimu. Jangan biarkan orang lain memilih untukmu,” ujar Betari Saraswati.
Mendapat saran seperti itu, Srikandi pun bertanya. Untuk menyakinkan dirinya. “Jadi, saya sendiri boleh memilih? Boleh mengambil keputusan?”
“Boleh, kamu boleh mengambil keputusan. Semakin banyak orang yang akan merasakan akibat dari keputusanmu, semakin besar tanggung jawabmu. Semakin tinggi pula nilai keputusan itu,” jawab Saraswati.
‘’Srikandi, jadilah wanita cerdas dan berakal budi tinggi. Engkau akan lebih mudah mengambil keputusan, yakin akan pilihanmu, dan berani menerima akibatnya. Bebas dari pengaruh orang lain, siapapun dia!”
“Srikandi, jika kau hanya diam saja, apa yang bisa kau banggakan? Jika kau hanya ingin berteman dengan tembok Pancala, maka kebodohan adanya...!”
Drama Wayang (Drayang) berjudul “Srikandi Senopati” di Pendopo Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo itu pun menjadi sangat istimewa. Pentas dengan menghadirkan para maestro di bidangnya ini tanpa memungut beaya. Tak pelak 300-an pengunjung memadati pendopo hingga pertunjukan selesai sekira pukul 17.30 saat azan Magrib berkumandang. (wan)
arti