Penolakan Ustadz Abdul Somad di Bali, Ini Dia yang Diduga Dalangnya
Sebuah fanpage Facebook Dr Arya Wedakarna menyatakan, “siapapun boleh datang ke Bali asal tetap komitmen dengan Bhinneka Tunggal Ika, mengawal NKRI, Pancasila dan UUD 1945.”
Dalam fanpage itu, Arya Wedakarna berdalih melakukan penolakan itu merupakan aspirasi masyarakat Bali yang sudah viral di medsos beberapa hari sebelumnya. Ia menyertakan screenshoot postingan Instagram @creme_de_violette dengan caption “jangan biarkan mereka meracuni Bali, waspadalah wahai saudara2ku di Bali, jangan sampai Bali menjadi Majapahit kedua.”
Postingan pada fanpage Facebook Arya Wedakarna ini menjadi viral yang hingga tanggal 10 Desember 2017, pukul 20.40 WIB, dengan menghasilkan 2,1K (2.100) Comments dan 932 Shares.
Atas postingan tersebut, Arya Wedakarna yang Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Provinsi Bali masa bhakti 2014-2019, telah melakukan provokasi sehingga Ustadz Abdul Somad tidak diterima dan diusir oleh Ormas Komponen Rakyat Bali (KRB) secara tidak hormat, merangsek masuk ke dalam hotel Aston Bali, tempat Ustadz Abdul Somad menginap, ketika itu ada anggota Ormas yang terlihat membawa senjata tajam.
Itulah yang mendasari penolakan serta aksi demo terhadap Ustadz Abdul Somad di Bali, yang dilakukan Ormas yang menamakan dirinya KRB pada 8 Desember 2017 lalu. Atas dasar itu pula anggota DPR RI asal Provinsi Riau, HM Lukman Edy (LE) melakukan protes keras. Alasannya, aksi tersebut merupakan tindakan persekusi nyata terhadap Ustadz kebanggaan Bumi Melayu Riau itu.
Selain mengecam, LE juga akan melaporkan sosok yang diduga sebagai dalang dari aksi penolakan dan demo terhadap Ustadz Abdul Somad. Yakni, Dr Arya Wedakarna, kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI. Arya dilaporkan karena dinilai berperan besar dalam aksi penolakan pada Ustadz Abdul Somad.
Berkas laporan terhadap Arya Wedakarna tersebut tertuang dalam surat dari LE dan Kuasa Hukumnya, Judika Gultom SH MH, tertanggal 11 Desember 2017 yang ditujukan kepada Ketua BK DPD RI, perihal: Laporan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPD RI oleh Dr Arya Wedakarna.
Dalam surat tersebut LE meminta Ketua BK DPD RI untuk memanggil pria bernama lengkap Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III (Terlapor) itu dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPD RI yang mewakili Provinsi Bali, untuk mengklarifikasi maksud dan tujuannya melakukan persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad dan penghinaan terhadap Islam.
Bahkan, LE juga meminta BK DPD RI untuk memeriksa Terlapor dan memberikan sanksi kepadanya berupa pemberhentian secara tidak hormat sebagai Anggota DPD RI.
Lalu Terlapor juga diminta dihukum untuk meminta maaf secara terbuka terhadap umat Islam di Indonesia pada umumnya, dan rakyat Riau pada khususnya. Serta BK DPD RI diminta menyampaikan hasil putusannya pada sebuah Rapat Paripurna.
Ada beberapa poin dasar laporan LE tersebut, di antaranya bahwa Ustadz Abdul Somad melakukan Safari Dakwah di Provinsi Bali pada tanggal 8 Desember 2017, mengalami penolakan dan demo oleh Ormas yang menamakan dirinya KRB. KRB menetapkan syarat bahwa Ustadz Abdul Somad dapat diterima di Bali setelah berikrar di Rumah Kebangsaan.
Hal ini, lanjut LE dikutip ngopibareng.id dari gosumbar.com, Selasa (12/12/2017), “jelas ditolak oleh Ustadz Abdul Somad karena merasa dirinya bukan seorang pemberontak, tidak terdaftar sebagai anggota ormas terlarang dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila serta mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”
Terlapor sendiri menuduh Ustadz Abdul Somad memiliki agenda terselubung dalam Safari Dakwahnya di Bali. Hal ini terungkap melalui fanpage Facebook @dr.aryawedakarna tertanggal 1 Desember 2017 yang menggiring opini bahwa Ustadz Abdul Somad memiliki agenda terselubung untuk menegakkan Khilafah di Bali.
Berdasarkan pernyataan melalui fanpage Facebook miliknya tersebut, terlapor disebut LE telah melakukan kejahatan kemanusiaan berupa persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad karena perbedaan pandangan agama. Persekusi yang ditimbulkan yang bersangkutan telah melecehkan dan menyakitkan umat Islam pada umumnya, dan masyarakat Riau pada khususnya.
Penghina Islam
Dalam surat tersebut LE juga melaporkan bahwa terlapor juga telah berulang kali melecehkan agama Islam, salah satunya melalui tulisannya “HIV/AIDS, Jihad Model Baru di Bali?”, yang dimuat tabloid TOKOH edisi edisi 9-15 Januari 2012, yang secara terang-terangan menuduh orang-orang Islam sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di Bali, dan melalui merekalah virus HIV/AIDS disebarkan untuk menghancurkan generasi muda Hindu Bali.
Dengan demikian, terlapor secara tegas memfitnah Islam bahwa gerakan penyebaran HIV/AIDS adalah jihad tersembunyi yang dilakukan kelompok kecil fundamentalis Islam.
Tindakan yang dilakukan oleh terlapor, menurut LE sebagai Pelapor, telah mencoreng wibawa DPD RI sebagai Lembaga Negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Tindakan tersebut merupakan sebuah pelanggaran oleh seorang Anggota DPD dan harus segera diperiksa oleh Badan Kehormatan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Peraturan DPD RI No 1 Tahun 2014.
Terlapor telah melanggar sumpah/janjinya sebagai Anggota DPD RI yang menyatakan bahwa bahwa dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan daerah daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan.
Dituliskan LE juga, terlapor sendiri sudah pernah mendapatkan SP-1 melalui BK DPD atas pelanggaran yang sama, penghinaan terhadap Islam dan Al-Quran, namun peringatan tersebut tidak membuat efek jera terhadap terlapor. (adi)