Penjual Obat Oplosan Pembasmi Gulma di Blitar Ditangkap Polisi
Satreskrim Polres Blitar menangkap Pengoplos dan penjual herbisida (obat pembasmi gulma) tanpa dokumen perizinan berinisial MFA alias Cemple di Blitar.
“Terungkapnya pembuat atau pengoplos obat gulma palsu karena adanya laporan masyarakat yang resah dengan adanya pencemaran sungai terlihat berbusa di sekitar lokasi pembuatan herbisida palsu di Desa Jeblog, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar," kata AKP M Gananta Kasatreskrim Polres Blitar kepada para wartawan di Kantor Polres Blitar, Jumat 28 Juli 2023.
Berawal dari laporan masyarakat tersebut pihaknya bersama jajaran, melakukan penyelidikan di sekitar lokasi kejadian dan menemukan adanya tempat Pembuat herbisida palsu dengan pemilik inisial MFA alias Cemple.
MFA alias Cemple merupakan warga Dusun Gading, Desa Selopuro, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar. Setelah dilakukan penyelidikan, menurut Gananta, Cemple tidak mengantongi dokumen perizinan untuk memproduksi obat gulma.
Tambah Gananta, di tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan beberapa barang berupa alat-alat untuk mengoplos obat pembasmi gulma, beberapa kemasan obat gulma merek resmi dan botol kemasan obat gulma merek buatannya sendiri yang jumlahnya mencapai ratusan botol dan label kemasan.
Cemple mengedarkan hasil obat gulma oplosannya melalui teman- temannya untuk dijual kembali kepada para petani. “obat gulma yang dibuat M Alias Cemple yang seharusnya untuk membasmi rumput liar, ternyata rumputnya malah subur,” katanya.
Di lokasi yang sama, polisi menyita satu unit mobil, alat untuk mengoplos pestisida, beberapa jurigen obat gulma hasil oplosan, kemasan obat gulma dengan merek yang resmi dan beberapa kemasan merk obat gulma yang buatannya sendiri, sebagai alat bukti.
Polisi juga kemasan label merek herbisida yang asli dan merek buatan M alias Cemple.
“Dari hasil pemeriksaan, MFA alias Cemple mencampur 1 botol kemasan bermerek resmi dia pecah menjadi dua sampai tiga botol kemasan, merek buatannya dengan menambahkan air sumur,” tambahnya.
Tersangka kemudian memasarkan produksi buatannya di daerah Blitar dan di luar Blitar melalui media online serta Whatsapp.
Cemple pun ditangkap pada Rabu 28 Juni 2023 di tempat pembuatan obat gulma oplosan di Desa Jeblog, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar.
Kepada Ngopibareng.id, Cemple mengaku mendapat inspirasi membuat dan mengoplos obat pembasmi gulma dari Youtube. “Belajar dari Youtube, proses pembuatannya,” kata Cemple.
pengamatan Ngopibareng dari barang-bukti yang berhasil diamankan oleh polisi produksi Herbisida yang dibuat MFA alias Cemple tersebut ada beberapa merek, sebagian menggunakan merek terkenal di kalangan petani seperti Round Up, Gramaxone, dan Buldox.
M Alias Cemple juga menggunakan merek merek yang belum banyak dikenal di lapangan seperti Karya Kone, Hexa Xone, Evo up, dan Dropxone.
Dari kemasan label barang bukti yang ditunjukkan oleh polisi, label kemasan tertera PT Agro Mandiri yang beralamatkan dari daerah Jakarta
MFA mengaku kalau pas ramai, pihaknya bisa memproduksi dan menjual sampai 20 karton per hari per karton berisi 40 botol. Cemple mengaku, memproduksi dan menjual obat gulma hasil oplosannya sejak satu tahun yang lalu. Harga per botol dijual Rp 40 ribu.
“Saya menawarkan dan menjualnya melalui perkenalan aplikasi Whatsapp teman- teman untuk dijual kembali kepada para petani,” katanya.
Walaupun per hari bisa menjual 20 karton Cemple mengaku tidak tahu berapa keuntungan yang didapat setiap harinya.
Akibat dari perbuatannya MFA alias Cemple sekarang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan meringkuk di tahanan Polres Blitar untuk menunggu persidangan.
Cemple dijerat dengan dakwaan Tindak kejahatan konvensional, tindak pidana sistem budidaya pertanian berkelanjutan (Pengoplosan Pestisida) yaitu Pembuatan dan Pengedaran Pestisida yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 123 jo pasal 75 huruf b Undang-undang no 22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya pertanian berkelanjutan, atau pasal 62 ayat ( 1 ) Undang - undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Juncto peraturan menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida atau pasal 106 Undang- undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.