Penjelasan Khilafah Islamiyah ala FPI
Front Pembela Islam (FPI) akhirnya menjelaskan kalimat "Khilafah Islamiyah" di dalam AD/ART FPI yang sempat menjadi sorotan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dalam sebuah poster yang dibagikan pada wartawan, FPI mengaku tetap akan setia pada NKRI.
"Jadi sudah terang benderang sebenarnya," kata Ketua Umum FPI Sobri Lubis pada wartawan, Jumat 29 November 2019 sambil memberikan poster yang berisi penjelasan lengkap AD/ART FPI.
Berikut isi penjelasan FPI:
Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Syariat Islam secara kaaffah di bawah naungan khilaafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan da'wah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.
Menegakkan khilafah Islamiyah di zaman ini bukan dengan menghapus NKRI dan negara-negara Islam lainnya seperti Saudi, Mesir, Yaman, Turki, Pakistan, Malaysia, Brunei dan sebagainya. Akan tetapi dengan mensinergikan hubungan kerja sama semua negara Islam, khususnya anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), untuk menghilangkan semua sekat yang ada di antara negara-negara tersebut.
Sebelumnya, Tito Karnavian mengatakan wacana "NKRI bersyariah" dan "Khilafah Islamiyah" di AD/ART FPI bisa memunculkan kekhawatiran dari kelompok lain yang ada di masyarakat.
"Bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis mungkin, elemen minoritas. Yang dulu pernah dipikirkan oleh para bapak pendiri bangsa," ujar dia, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, di Senayan Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Istilah "NKRI bersyariah" juga perlu diperhatikan maksudnya, apakah dilakukan prinsip syariah seperti yang ada di Aceh saat ini atau yang lain.
Pada pasal 6 AD/ART dari FPI , kata Karnavian, terdapat pernyataan bahwa visi dan misi FPI adalah penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah, melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad.
"Ini sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, karena ini ada kabur bahasanya," ujar dia.
Kalimat dalam AD/ART itu seperti khilafah islamiah, kata dia, salah satu yang masih didalami sebelum penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Menurut dia, wacana-wacana yang diusung dalam anggaran dasar FPI tadi bisa berdampak pada goyangnya solidaritas kebhinekaan.
Karena, kalau dibiarkan masing-masing golongan yang berbeda dikhawatirkan membuat peraturan masing-masing.
"Ini semua saya kira silakan kita pikirkan sebagai wacana. Di Papua dulu, Manokwari pernah membuat Perda sendiri, sesuai dengan prinsip keagamaan di sana. Nanti Bali juga membuat Perda sendiri sesuai prinsip keagamaan," kata dia. Ia pernah menjadi kepala Polda Papua sebelum menjadi kepala Polda Metro Jaya.
Terkait kata naungan "khilafah islamiah", dia menyebut kata "khilafah"-nya bisa menjadi isu sensitif. "Apakah biologis khilafah islamiah ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI," kata dia.
Kemudian, terdapat kata "jihad" juga perlu ditelusuri maksudnya.
"Nah, ini yang perlu diklarifikasi dalam pasal 6 itu dan sedang menjadi kajian oleh Kemenag yang lebih memahami terminologi keagamaan itu. Jadi sekarang di Kemenag untuk membangun dialog dengan FPI. Kami tunggu saja seperti apa hasilnya," kata dia.