Penjajahan dan Perbudakan 250 Tahun, Belanda Resmi Minta Maaf
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada sejumlah negara koloni, atas praktik perbudakan di masa lalu. Rutte menyebut perbudakan harus dipahami sebagai kejahatan atas kemanusiaan.
Belanda Meminta Maaf
Pernyataan itu disampaikan dalam pidato di The Hague. Menurutnya, masa lalu tak bisa dihapus, namun Belanda "telah memungkinkan, mendorong, dan mengambil untung dari praktik perbudakan," dikutip dari The Guardian, Selasa 20 Desember 2022.
"Manusia dikomodifikasi, dieksploitasi dan diperdagangkan atas nama negara Belanda. Benar jika manusia sekarang tak lagi menanggung dosa perbudakan, tapi Belanda bertanggungjawab atas penderitaan mereka yang diperbudak, dan keturunannya. Hari ini, mewakili pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan Belanda di masa lalu," katanya.
Pernyataan Rutte kemudian digaungkan oleh kementerian Belanda yang bepergian ke tujuh eks negara koloni Belanda di Amerika Selatan dan di Kepulauan Karibia. Negara itu menderita selama 250 tahun dalam perbudakan di mana keuntungannya dirasakan Belanda untuk mendanai program Masa Emas.
Langkah ini juga muncul usai dewan penasehat nasional menyebut partisipasi Belanda dalam perbudakan adalah tindakan kejahatan atas hak asasi manusia. Dewan yang dibentuk pasca insiden George Floyd 2020 juga menyebut jika korban perbudakan berhak atas permintaan maaf dan uang reparasi pendidikan senilai 200 juta poundsterling.
Respons Suriname
Namun permintaan maaf itu mendapat kritik dari negara koloni Belanda. Sebagian meminta jika maaf harus datang dari Raja Belanda, William Alexander dan dinyatakan pada 1 Juli 2023 di Suriname. Waktu yang tepat menandai selesainya perbudakan selama 150 tahun di sana. Namun soal ini, Rutte menjawab jika masalah waktu adalah hal yang sulit dan tak ada waktu yang paling tepat bagi setiap orang.
Sedangkan Perdana Menteri Wilayah Belanda di Karibia, Sint Maarten, Silveria Jacobs menyebut jika pulau itu tak akan menerima permintaan maaf dari Belanda, "hingga komite penasehat kami mendiskusikannya dan kami sebagai negara berdaulat juga mendiskusikan itu."
Diketahui, perbudakan secara resmi dihapus dari semua wilayah Belanda per 1 Juli 1863. Menempatkan Belanda menjadi salah satu negara yang terlambat dalam menghentikan praktik itu. Namun membutuhkan waktu lebih panjang untuk menghapusnya di Suriname sebab dampak dari kewajiban periode transisi selama 10 tahun.
Selain itu, Belanda juga membutuhkan waktu untuk mengakui praktik penjajahan mereka, dengan menambah sejarah penjajahan pada kurikulum sekolah per 2026.
Keuntungan Belanda dari Perbudakan
Pakar sejarah memperkirakan jika Belanda mengapalkan lebih dari 600 ribu budak dari Afrika ke Amerika Selatan dan Karibia, seperti ke Suriname dan Curacao, juga ke wilayah lain seperti Afrika Selatan dan India Timur, serta Indonesia, sepanjang abad 16 dan 17.
Sekitar tahun 1770an, pakar sejarah menyebut jika praktik perbudakan menyumbang 10 persen pendapatan kotor yang diterima Holland, provinsi terkaya di antara 7 provinsi Belanda lainnya.
Kota lain seperti Amsterdam, Rotterdam, The Hague, dan Utrecht sudah menyampaikan maaf atas perbudakan dan menyampaikan penyesalan mendalam, namun belum mengeluarkan permintaan maaf secara formal.
Advertisement