Penista Masjid Dibantu Bebaskan dari Penjara. Ini Justru Dilakukan Muslim di AS
Apa reaksi Anda saat mendapati pria tak bertanggung jawab datang ke masjid lalu berbuat kerusakan pada bangunannya tanpa alasan yang jelas? Marah barangkali merupakan pilihan sikap yang lumrah dan biasa. Tapi sebuah masjid di Amerika Serikat punya sikap lain.
Masjid Al Salam yang terletak di kota Fort Smith, negara bagian Arkansas, suatu hari kedatangan pria bernama Abraham Davis. Orang ini tiba-tiba menyemprotkan cat di bagian pintu dan masjid dengan coretan simbol swastika dan tulisan "go home" (pulang).
Kelakuan Davis yang berlangsung pada Oktober 2016 itu tertangkap kamera pengintai dan karena aksi vandalisme ini ia dikenai sanksi pidana.
Dia juga didenda USD 3.200 dan dijatuhi hukuman pengabdian kepada masyarakat. Karena masalah keuangan, Davis yang tak mampu melunasi denda tersebut mesti menggantinya dengan hukuman enam tahun penjara.
Alih-alih senang dengan kesulitan yang dihadapi Davis, komunitas Muslim di sana justru berusaha membantu meringankan beban pelaku pelecehan terhadap tempat suci itu agar terbebas dari tanggungan hukuman penjara.
Direksi Masjid Al Salam membayar denda yang mesti ditanggung Davis sebesar USD 1.730. Uang tersebut didapat dari para donatur menyusul aksi vandalisme itu. Pihak masjid masih mengupayakan untuk melunasi sisa dari denda tersebut.
Komunitas Muslim di Fort Smith ingin kebencian dibalas dengan kasih sayang. Mereka yakin respon ini justru sangat baik untuk citra Islam itu sendiri.
"Kami ingin mengubah situasi buruk menjadi baik," kata Direktur Sosial Masjid Al Salam Hisham Yasin, Selasa (2/1), seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Hisham mengatakan, komunitas Muslim di Fort Smith sangat kecil, jadi tidak banyak orang yang menyadarinya.
"Tidak ada diskriminasi di daerah ini sebelum akhirnya muncul kejadian itu tahun lalu," kata Yasin. Menurutnya, pihak masjid mendapat banyak pesan dukungan dari masyarakat.
Menurut laporan Council on American-Islamic Relations (CAIR), sikap anti-Muslim di AS meningkat 91 persen pada paruh pertama tahun 2017. Data ini melonjak dari periode yang sama pada 2016.
The Southern Poverty Law Center juga mengungkapkan pada awal 2017 mereka menemukan lompatan dramatis jumlah kekerasan kebencian, insiden pelecehan, dan intimidasi di seluruh negeri usai kemenangan Presiden Donald Trump pada 8 November 2016. (adi)