Lampu Kuning Bagi Jokowi
Survei terbaru Alvara Research Center yang dilakukan pada Juli 2018 menunjukkan tingkat keterpilihan atau elektabilitas Calon Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto sama-sama meningkat. Bedanya, Jokowi hanya meningkat 3,6 persen, sementara Prabowo meningkat 5 persen.
Kepala Riset Alvara Research Center, Harry Nugroho seperti dikutip Republika, Sabtu 4 Agustus 2018 mengatakan, saat ini elektabilitas Jokowi di angka 48,4 persen atau meningkat 3,6 persen dibandingkan periode April-Mei lalu sebesar 46,8 persen.
Sedangkan elektabilitas Prabowo saat ini menjadi 32,2 persen atau meningkat 5 persen dibandingkan April-Mei sebesar 27,2 persen. Jika disandingkan, maka selisih elektabilitas Jokowi dan Prabowo saat ini tinggal 16,2 persen, padahal sebelumnya selisih keduanya mencapai 19,6 persen.
Hasil survei Alvara juga menunjukkan, peningkatan elektabilitas keduanya, mampu meninggalkan beberapa nama lain yang saat ini hanya berkutat di level satu digit. Agus Harimurti Yudhoyono misalnya, hanya mendapatkan 1,4 persen, sedangkan Gatot Nurmantyo malah berada di bawahnya dengan 1,2 persen.
Menurut Harry, peningkatan elektabilitas Jokowi dan Prabowo disebabkan adanya peningkatan dinamika politik yang mengerucut pada dua nama ini.
"Suara yang belum menentukan semakin berkurang. Suara lain di luar dua orang ini juga terus menurun. Mulai mengerucut pada dua nama Jokowi dan Prabowo," ujarnya.
Dalam survei dengan 1.142 responden ini juga diketahui bahwa mereka yang belum menentukan pilihan tinggal 12 persen. Padahal pada periode April-Mei, jumlah yang belum menentukan pilihan masih mencapai 15,1 persen.
Khusus untuk Jokowi, tingkat kepuasan publik terhadap kinerjanya mencapai 71,1 persen yang menyatakan puas, sedangkan yang sangat puas hanya di angka 4 persen.
Dari tingkat kepuasan ini, ternyata terdapat tiga tema khususnya ekonomi yang tingkat kepuasan terhadap Jokowi menurun. Kesejahteraan tenaga kerja, yang awalnya tingkat kepuasan mencapai 57,1 persen, saat ini menurun menjadi 56,4 persen.
Kemudian dari sisi kemudahan lapangan kerja juga menurun dari 53,7 persen menjadi 53,3 persen. Begitu juga pengentasan kemiskinan juga menurun dari 56,2 persen menjadi 54,4 persen.
"Tiga isu ekonomi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Prabowo dalam membentuk narasi di media sosial. Karena itu, kenaikan elektabilitas Prabowo mampu lebih tinggi dibandingkan Jokowi," kata dia.
Tak hanya Prabowo, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga memanfaatkan kelemahan Jokowi ini. Bahkan SBY dengan lantang mengatakan jumlah penduduk miskin mencapai 100 juta. Dengan dalih mendapatkan angka kemiskinan dari rumus "The bottom 40", SBY mengkritik kebijakan Jokowi. SBY saat ini berada di barisan pendukung Prabowo.
Tampaknya, ekonomi akan menjadi ladang empuk kampanye mendulang dukungan di pilpres 2019 mendatang. Jadi kita tunggu saja kelanjutannya..(man)