Pengusaha Karaoke di Surabaya Meradang, Terguncang Pandemi Corona
Pandemi corona (Covid-19) turut berdampak buruk bagi bisnis karaoke. Sejak empat bulan lalu, omzet karaoke di daerah Manyar, Surabaya, yang dikomandoi pria berinisial RD, menurun hingga 60 persen. Dari sebanyak 30 ruangan karaoke yang tersedia, kini hanya dioperasikan 12 room saja plus mengurangi jam operasional.
Sore itu, saat Ngopibareng.id berkunjung, lobi utama tampak sepi. Meja dan kursi tamu kosong melompong. Yang tampak hanya resepsionis dan petugas penjaga di pintu masuk. Petugas ini wajib mengecek suhu tubuh para pengunjung dengan thermo gun. Pengunjung kemudian wajib menggunakan hand sanitizer. Sedangkan di meja resepsionis dan kasir tampak ditutup dengan partisi dari plastik bening.
Selain menaati protokol kesehatan Covid-19, minimnya pengunjung membuat jam operasional karaoke ini terpaksa dipangkas. Jam kerja yang semula 12 jam, kini susut menjadi 8 jam saja.
“Saat normal (sebelum pandemi corona) per hari 30 room full, tapi sekarang paling banyak 12 room. Pernah juga 4 room saja. Mungkin karena jam buka kami yang dikurangi. Sebelumnya dari 12.00-24.00 WIB. Sekarang kami buka pukul 13.00-20.00 WIB,” kata RD dengan muka tampak lesu.
Pengunjung tak lagi bebas memilih ruangan karaoke. Mereka tinggal menerima arahan petugas di ruangan mana yang bisa dipakai. Kapasitas ruangan disesuaikan dengan jumlah pengunjung.
“Room kami ada tipe small, medium, dan large. Dulu pelanggan bisa memilih room sesuai keinginan. Misalnya large yang berisi 12 orang bisa untuk dua orang saja. Sekarang nggak bisa, mereka kami arahkan sesuai kapasitas agar bisa dipakai pengunjung yang lain,” ujar RD.
Kebijakan untuk mengarahkan pilihan pelanggan diakui RD telah mengecewakan pelanggannya. Pengunjung merasa dipersulit saat hendak berkaraoke. Jika sudah demikian, ada sebagian pengunjung yang memilih membatalkan pesanan.
RD sempat menutup bisnis karaoke ini pada 22 Maret sampai 15 Juni 2020 atas instruksi pemerintah. Karaoke ini beroperasi kembali setelah pengajuan ke Dinas Pariwisata dan dibuka per tanggal 22 Juni sampai 16 Juli 2020.
Apesnya, karaoke yang baru 12 bulan berdiri ini belum sempat mencicipi keuntungan, terpaksa ditutup kembali. Berdasarkan peraturan pemerintah, per tanggal 17 Juli 2020 karaoke di Surabaya harus ditutup hingga batas yang tidak ditentukan.
“Belum selesai nutup lubang yang kemarin eh sudah ditutup lagi. Saya pinginnya karaoke tetap dibuka asal mematuhi protokol. Kami juga butuh pemasukan untuk mengaji karyawan, membayar sewa gedung, listrik dan air. Kalau ditutup terus bisa-bisa jual aset juga, 3 bulan itu minus lho,” keluhnya.
Sementara itu, pemandangan sepinya pengunjung juga terlihat di salah satu karaoke area Merr Surabaya. Tampak seorang pria duduk santai di sofa ditemani dua pemandu karaoke. Di bawah lampu yang remang-remang itu, pada bagian kasir ada seorang penjaga menggunakan face shield dan masker. Di sampingnya terdapat partisi plastik pembatas dan dijaga satu orang. Kursi di ruang tunggu pengunjung tampak kosong.
SY, manajer karaoke tersebut, mengeluhkan penutupan bisnis karaoke. Padahal pihaknya sudah mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
“Seharusnya selama protokol kesehatan dijalankan sudah nggak jadi masalah tetap buka. Kami sebelumnya sempat beberapa kali buka dan tutup. Kami juga membutuhkan pemasukan untuk bertahan hidup,” katanya.
Dengan nada lesu, SY menjelaskan, karaoke yang dikelolanya tutup sejak 19 Maret sampai 11 Juni 2020. SY baru sempat membuka bisnisnya selama dua hari, pada 12-13 Juni lalu. Sayangnya, tak selang beberapa lama ada instruksi dari pemerintah untuk menutup karaoke kembali.
"Karaoke dibuka lagi per tanggal 24 Juni setelah mematuhi dan melengkapi persyaratan dari pemerintah," ujar SY.
Keadaan ini mau tak mau berpengaruh ke omzet. Sebelum pandemi corona per harinya, kata SY, bisnis karaokenya bisa meraup Rp25 juta. Keuntungannya merosot hingga Rp10 juta per Maret 2020.
"Yang lebih parah, per 24 Juni 2020 penghasilan paling banyak Rp2 juta per harinya," ungkap SY.
Ekonomi yang tak kunjung pulih menyebabkan 16 karyawannya dirumahkan. Salah satu upaya untuk bertahan dengan tidak menarik biaya sewa ruangan. Pengunjung hanya perlu membayar makanan dan minuman yang dibanderol kisaran Rp 20.000 - 48.000.
“Biasanya per jam sewa kamar kami tarif Rp 100.00 - 150.000, sekarang kami bebaskan. Pengunjung hanya membayar makanan atau minuman di bawah Rp 50.000. Omzet kami kian menurun, terpaksa kami sortir karyawan terbaik saja yang bertahan itupun dipotong gaji,” katanya.