Pengusaha Iklan Keberatan Soal Naiknya Pajak Reklame di Surabaya
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur menyatakan keberatan atas kenaikan pajak reklame yang akan dirumuskan dalam Perwali Surabaya. Hal ini diungkapkan saat melalukan audiensi dengan Pemkot Surabaya pada Jumat, 1 Maret 2024 kemarin.
Dari sisi pengusaha, kenaikan pajak reklame dirasa dapat memperburuk iklim usaha yang masih berusaha bangkit setelah pandemi Covid-19. Agus Winoto, Sekretaris Umum P3I Jawa Timur mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya tidak akan mempersulit adanya kenaikan pajak reklame, tetapi harus disesuaikan dan tidak mencekik para pengusaha.
Menurutnya, selama pandemi berlangsung sektor periklanan menjadi salah satu pihak yang terpukul cukup berat. "Saat ini kami masih proses bangkit (setelah pandemi). Kami meminta Pemkot Surabaya bijak dalam menentukan pajak reklame. Kalau pajaknya tinggi, kami pengusaha tidak bisa apa-apa," terangnya, Sabtu, 2 Maret 2024.
Dalam pertemuan dengan Pemkot Surabaya, pihaknya juga mendatangkan para ahli untuk memberikan masukan dari segi akademisi. "Dari akademisi, ada kajian yang membuat kenaikan pajak ini bisa legitimate. Sedangkan kami dari praktisi sekaligus pengusaha berharap bahwa ada kenaikan ini memiliki kejelasan," paparnya.
Kalangan pengusaha mengkhawatirkan bila pajak reklame dinaikkan, total pajak yang akan dibayarkan akan semakin besar karena adanya komponen biaya lainnya. "Jangan sampai, misalnya berbicara bahwa pajak ini naik 20 persen. Namun, setelah dihitung ada kenaikan hingga 350 persen. Contohnya, pajak Rp 50 juta, melonjak menjadi Rp 350 juta. Misalnya seperti itu. Makanya kami minta yang jelas," ungkapnya menjelaskan.
Bagi mereka, besaran ideal kenaikan pajak reklame ada di angka 15 sampai 20 persen. Sebenarnya 25 persen masih bisa menoleransi, meski belum sepakat karena dirasa nilainya cukup besar.
Pihaknya memahami, Pemkot Surabaya juga memerlukan pemasukan, tetapi kenaikan pajak yang terlalu besar juga dirasa memberatkan.
"Kami siap mendukung pembangunan. Namun, kalau lebih dari itu 25 persen, tidak mampu," katanya.
Di sisi lain, Peneliti dari Laboratorium Pengkajian dan Pengembangan Perpajakan, Akuntansi, dan Sistem Informasi (LPPAPSI) FEB Universitas Airlangga, Elia Mustikasari menilai, penyesuaian pajak iklan harus memperhitungkan sejumlah hal. "Jangan sampai, pengusaha mengalami keberatan sehingga potensi pajak menjadi hilang. Dalam penyusunan Perwali yang mengatur pajak ini harus melibatkan masyarakat yang terdampak dari kenaikan pajak," terangnya.
Mereka telah mengkaji potensi pajak reklame di Surabaya. Kajian ini mempertimbangkan aspek teoritis, hukum, maupun ekonomi. Saat tarif tersebut diputuskan pengusaha reklame harus tahu komponen apa saja dari dasar perhitungan tersebut.
"Semuanya harus jelas di awal jangan sampai muncul angka yang mengagetkan. Pajak itu iuran bersama dari masyarakat untuk masyarakat. Tentu pengusaha reklame ikut mendukung pembangunan namun tak boleh menetapkan hanya dari satu sisi pemerintah saja," jelasnya.
Apabila tak bijak dalam menentukan besaran, maka bisa menimbulkan dampak ekonomi yang merugikan sektor lain. "Kalau kemahalan, banyak perusahaan yang jatuh. Ketika jatuh, banyak pekerja yang menganggur. Pemerintah sendiri yang kena," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya Febrina Kusumawati mengatakan, pihaknya akan berusaha mencari titik temu dalam penyesuaian pajak tersebut. Karena masukan-masukan dalam FGD akan dituangkan dalam Peraturan Walikota (Perwali).
Perwali ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) yang baru saja diputuskan 2023 lalu. Perwali tentang Pajak Reklame terakhir diputuskan 2010 silam.
Pihaknya mengaku siap mendengarkan masukan dari pengusaha. Termasuk, harapan soal peningkatan pelayanan oleh pemerintah. Untuk mematangkan hal ini, pihaknya akan kembali menyampaikan besaran pasti kenaikan. "Kami melihat, teman-teman Pengusaha ingin tahu berapa besar kenaikan ini.
Termasuk, pernik-pernik pembayarannya yang harus diketahui pengusaha. Ada komponen apa saja yang harus dibayarkan. Ini sesuai fakta dan kondisi ekonomi," katanya.
Terkait besaran rasionalisasi, pihaknya memprediksi di angka 25 persen. Hal ini dilakukan untuk membantu pembangunan kota. "Ini akan kami segera finalkan, sehingga bisa terealiasasi dalam waktu dekat," tandasnya.