Pengungsi Rohingya Peringati Tiga Tahun Genosida di Bangladesh
Pengungsi Rohingya di Bangladesh memperingati tiga tahun genosida di Myanmar, pada Selasa 25 Agustus 2020. Peringatan berlangsung dalam bentuk doa hening, di tengah pandemi Covid-19 di Bangladesh.
Peringatan itu diikuti ribuan penduduk Rohingya yang melakukan parade hening di tenda Kutupalang, distrik paling padat di pengungsian Cox Bazar, Bangladesh. Setelah doa bersama, pemerintah Bangladesh menerapkan embargo larangan berkumpul di 34 distrik pengungsian Rohingya, yang ada di Cox Bazar.
Sedikitnya 1,2 juta penduduk Rohingya tinggal di penampungan pengungsi di Cox Bazar, Bangladesh beberapa tahun terakhir.
Sejak 2018, warga Rohingya telah menetapkan 25 Agustus sebagai "Hari Peringatan Genosida Rohingya. Pada hari yang sama di tahun 2017, tentara Myanmar dengan brutal merazia warga Rohingya dan memaksa sedikitnya 75 ribu orang untuk pindah ke Bangladesh selama beberapa hari.
"Untuk menghormati sikap Bangladesh dan mempertimbangkan pandemi, kami memperingati hari genosida tahun ini melalui doa hening kepada Allah, atas para martir dan orang-orang yang tertindas," kata Pimpinan Komunitas Rohingya, Rahmat Karim, dilansir dari Anadolu.
Sementara, sedikitnya 10 organisasi Rohingya, termasuk Mayarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, dan Perempuan Rohingya untuk Keadilan dan Perdamaian, dalam pernyataan bersamanya, mendorong PBB untuk mengakui kekerasan Myanmar terhadap Rohingya sebagai upaya genosida.
"Kami belum mendapatkan hak kami, dan Rohingya serta kelompok minoritas di Myanmar masih mendapatkan kekerasan dan ancaman. Ini karena PBB belum memutuskan serangan itu sebagai genosida," kata pernyataan tersebut.
Sambil merujuk pada sejarah panjang persekusi yang dihadapi Rohingya, pernyataan itu menambahkan, "Kami, orang Rohingya telah berada di bawah ancaman atas genosida terselubung melalui rencana sistemik dan terstruktur dari pemerintahan dan politisi ekstremis Myanmar sejak 1960, setelah Jenderal U Ne Win memimpin negara," katanya.
Pernyataan juga menuduh pemerintah Myanmar sebagai "bersekongkol dengan militer dan menjadi kelompok brutal" membunuh massa, membakar rumah dan desa, termasuk seminari, membakar anak dan manusia di dalam rumah yang terkunci, memotong laki-laki dan perempuan, merampok, memperkosa, dan menangkap tanpa alasan.
Diaspora Rohingya juga menuntut aktor dunia seperti PBB, Uni Eropa, dan organisasi penting lainnya untuk menjamin keadilan bagi Rohingya. "Tolong, berdiri untuk Rohingya, dan semoga kami bisa kembali ke rumah kami dengan hak yang sama," kata pernyataan itu. (Adl)
Advertisement