Pengubah Wajah Daerah
Ketersediaan anggaran tak harus membuat kepala daerah tak bisa bergerak. Mereka banyak yang bisa melakukan inovasi dengan anggaran yang terbatas.
Di Jatim, sejumlah kepala daerah bisa melakukannya. Azwar Anas dari Banyuwangi salah satu contohnya. Ia bisa mengubah kabupaten yang dipimpinnya dengan anggaran tak sebanyak Surabaya.
Dua tahun ini, Magetan yang berada di ujung barat Jatim juga menggeliat dalam keterbatasan anggarannya. Kabupaten itu bisa membuat banyak hal dengan anggaran seperlima dari Surabaya.
Kok bisa? Kuncinya komitmen dan kreatifitas. Kebetulan, Magetan dipimpin bupati mantan birokrat yang berpengalaman. Pernah menjadi Dirjen dan Sekjen sebuah kementerian.
Suprawoto namanya.
Alumnus UGM ini sebetulnya tak pernah berpikir menjadi bupati di tempat kelahirannya. Ia sudah merencanakan pensiun dari ASN (Aparatur Sipil Negara) setelah menjadi Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Sarjana Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM ini memulai karirnya sebagai ASN dari Departemen Pekerjaan Umum. Padahal, sebelumnya nyaris menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri. Ia pernah bercita-cita menjadi diplomat.
Merasa di PU tak akan berkarir bagus karena bukan insinyur, ia pindah haluan. Masuk ke Departemen Penerangan dan bertugas di Pemprov Jatim. Dalan padang. Ia moncer di situ.
"Saat itu, satu kali pelantikan maju dua kali. Pertama dilantik menjadi pegawai negeri. Mundur lalu maju lagi untuk dilantik menjadi pejabat," kata Suprawoto.
Setelah karirnya mentok di Jatim sebagai kepala dinas, ia pindah ke Jakarta. Di Kementerian Kominfo. Mulai dari direktur sampai menjadi dirjen dan sekjen.
Rupanya ia punya garis tangan bagus. Pensiun dari ASN, ia diminta tokoh-tokoh Magetan maju jadi bupati. Jadi. Meski hanya didukung 20 persen suara partai.
Modal kompetensi sebagai birokrat sukses langsung mewarnai kepemimpinanya. Banyak hal dibikin degan modal pas-pasan. Sebab, ia mulai memerintah setelah APBD yang disusun bupati sebelumnya digedok.
Tapi saya punya rumus. Orang yang bermodal terbatas tapi punya telas kuat ia akan inovatif. Lebih kreatif dalam mewujudkan mimpinya. Orang kaya kreatif itu sudah biasa.
Berbagai inovasi meluncur setelah Suprawoto dilantik. Mulai membikin anjungan mandiri layanan publik sampai dengan membuat Mall Layanan Publik di pasar tradisional.
"Mulanya saya ditangisi pedagang pasar. Mereka sambat pasarnya makin sepi. Dari situ muncul ide membuat mall layanan publik. Kebetulan lantai dua pasar itu kosong," katanya.
Lalu dari mana biayanya? Ia sisir anggaran masing-masing OPD (Organisasi Pemerintahan Daerah). Yang punya dana pembangunan parkir diminta perbaiki parkir pasar. Yang punya dana renovasi kantor diminta renovasi di pasar. Dst.
Akhirnya, mall layanan di pasar tradisional itu pun bisa terwujud. Inilah kabupaten di ujung kulon Jatim yang sudah punya mall layanan publik. Mall layanan yang ada di pasar tradisional.
Wal hasil, inovasi di bidang layanan administrasi Pemkab makin baik. Dampak lainnya, pasar tradisionalnya kembali rame. "Setiap hari minimal 600 orang mengurus berbagai layanan di sini," tambah Suprawoto.
Ia tak berhenti di situ. Di bidang kesehatan, Magetan menjadi kabupaten pertama yang mempunyai PCR untuk tes Covid. Kini ada dua unit. Beli sendiri. Tidak rebutan bantuan dari Pusat.
Di bidang pendidikan, ia sedang mewujudkan mimpinya agar orang Magetan bisa kuliah dengan hanya modal sepeda. Karena itu, harus ada perguruan tinggi di daerahnya. Saat ini sedang proses pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes).
Ia menawarkan perguruan tinggi lain membangun kampus di Magetan. Lahan disiapkan. Demikian juga fasilitas pendukung lainnya yang bisa ditopang pemerintahan yang dipimpinnya.
Modal jaringannya sebagai mantan pejabat di pemerintah pusat membuat tugasnya terbantu dalam mengubah wajah Magetan. Setidaknya ia telah punya modal jaringan terhadap berbagai sumber program. Apalagi ia punya portofolio sebagai pejabat terpercaya.
Bupati Azwar Anas yang juga berhasil mengubah wajah daerahnya karena kreatifitas dan jaringan yang dimilikinya. Sebelum menjadi bupati, ia adalah anggota DPR RI. Lama hidup di Jakarta.
Saya termasuk orang yang menghormati orang hebat yang mau membangun daerahnya. Mengubah wajah daerahnya. Dari jelek ke baik. Dari baik ke lebih baik.
Karena itu, ketika dulu diminta Dahlan Iskan mendirikan Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP), saya langsung bergerak. Lembaga yang tugasnya memprovokasi kepala daerah untuk berinovasi membangun daerahnya.
Dibantu para ahli JPIP menyusun indikator penilaian kesuksesan kepala daerah. Para ahli itu antara lain Dr Pratikno yang kini Mensesneg, Dr Andi Malarangeng yang pernah jadi Menpora, dan Haryadi dosen Unair yang kini Komisaris Utama BUMN.
Itu terjadi setelah reformasi politik. Setelah ada Undang Undang Otonomi Daerah. Yang memberikan kewenangan para kepala daerah untuk berinovasi memajukan daerahnya.
Hasilnya banyak kepala daerah hebat bermunculan. Bahkan, salah satu kepala daerah penerima Otonomi Award dari JPIP kini menjadi Presiden RI. Yakni Joko Widodo ketika menjadi Walikota Solo.
Dulu Soeharto memilih pejabat penting dari tentara yang punya pengalaman teritorial di daerah. Biar mereka punya kemampuan analisis daerah dan bisa mengetahui aspirasi daerah.
Paska reformasi, kepemimpinan nasional bersumber dari para kepala daerah yang hebat. Yang berhasil menunjukkan kepemimpinannya di daerah. Yang berhasil mengubah wajah daerahnya.
Akankah rekrutmen kepemimpinan nasional terus bersumber dari para pemimpin daerah? Saya berharap demikian. Biar Indonesia tidak hanya dianggap Jakarta. Tapi dari Merauke sampai Papua.
Dari daerah, kemajuan yang merata bisa dirasakan. (Arif Afandi)