Penguasa Sudah Buta
Ratusan triliun mereka keruk isi perut Ibu Pertiwi. Penguasa diam membisu.
Penguasa mengobral bijih nikel, menetapkan harga hanya sekitar seperempat dari harga di negeri mereka sendiri. Tak pelak lagi, mereka berbondong-bondong ke sini. Kalau perlu pindahkan pabrik smelter nikel di negerinya. Bisa jadi mesin bekas yang dipindahkan itu diakui sebagai mesin baru, harganya digelembungkan agar seolah-olah nilai investasinya jumbo sehingga dapat fasilitas bebas pajak (tax holiday), memperoleh tax allowance, investment allowance, dan super deduction tax.
Ibu Pertiwi dapat apa? Cuma upah “kuli” dan pembayaran sewa tanah ala kadarnya.
Kata penguasa mereka mau bangun pabrik baterai untuk mobil listrik, tetapi entah kapan. Yang pasti sampai sekarang mereka cuma mengolah jadi pellet, nickel pig iron, ferro nickel, dan besi baja setengah jadi. Hampir semua produk smelter nikel itu mereka ekspor ke negerinya sendiri. Penguasa tak mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) karena hampir seluruh produknya mereka ekspor. Tak juga membayar pajak ekspor.
Sudah ratusan ribu pekerja mereka datangkan. Kebanyakan pekerja itu pakai via kunjungan (visa turis), sehingga tak membayar pungutan US$100 per bulan per pekerja. Upahnya berkisar Rp15 juta sampai Rp50 juta. Tenaga ahlikah mereka? Kebanyakan bukan, kebanyakan lulusan SLTA atau lebih rendah. Ada sopir forklift, sopir alat berat, satpam, tenaga statistik, petugas asrama, dan banyak lagi.
Sejauh ini, tak ada gelagat dari penguasa untuk melakukan audit atas fasilitas fiskal luar biasa yang mereka terima dan audit tenaga kerja yang ditengarai menyalahi aturan sehingga negara berpotensi mengalami kerugian ratusan triliun rupiah. Tak pernah terdengar suara dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Tenaga Kerja.
Berulang kali penguasa mengumbar bahwa ekspor naik ratusan persen, tetapi devisanya terbang semua. Jadi, apa yang penguasa banggakan? Bangga jadi pendukung industrialisasi di China?
Belum puas juga, mereka sekarang menguasai tambang nikel. Mereka mulai mengurangi pembelian bijih nikel dari penambang nasional. Selain berasal dari tambang sendiri, pengadaan bijih nikel mereka juga didukung oleh BUMN tambang yang telah menandatangani kontrak penjualan jutaan bijih nikel dengan mereka (pemilik smelter nikel).
Penguasa tampaknya tutup mata atau “melindungi” praktik eksploitasi sumber daya alam oleh mereka yang merusak lingkungan (lihat antara lain laporan hasil investigasi The Guardian bertajuk ‘We are afraid’: Erin Brockovich pollutant linked to global electric car boom.
Bentuk dukungan penuh dari penguasa terlihat antara lain dari peresmian smelter mereka oleh Presiden dan kunjungan pentolan-pentolan pemilik smelter nikel ke Istana.
Akankah kita diam saja atas praktik pengurasan kekayaan alam yang tak terperikan ini?