Penghilangan Unsur Barat dalam Islam, Jasa Syed Naquib Al-Attas
Prof Naquib al-Attas punya jasa besar dalam pendidikan di perguruan tinggi. Ia mengajukan konsep Dewesternitation of knowledge, penghilangan unsur Barat dalam ilmu.
Apa maknanya?
Artinya kaum Muslim harus berusaha untuk melakukan Islamisasi Ilmu, untuk menggantikan ilmu pengetahuan yang saat ini menghegemoni dunia.
Ilmu yang dibangun Barat ini semuanya menghilangkan tauhid di dalamnya. Yakni menghilangkan unsur agama (Al-Quran), dalam setiap konsep ilmunya.
Barat sengaja melakukan itu, karena mereka dahulu mengambil ilmu dari kaum Muslimin atau ulama-ulama Islam. Seperti dari abad 8 sampai 15 di Andalusia saat itu pendeta-pendeta dan ilmuwan-ilmuwan Barat banyak mengkaji ilmu kepada ilmuwan-ilmuwan Islam.
Tapi karena kedengkian yang ada di para pendeta itu, maka tahun 1492 mereka menyerbu Andalusia dan melakukan pembunuhan besar-besaran kepada kaum Muslim, hingga korban mencapai 500ribu-an kata seorang sejarawan. Pembantaian itu dipimpin oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang katolik.
Barat telah kehilangan adabnya. Air susu dibalas air tuba. Kaum Muslimin memberi Barat banyak ilmu pengetahuan, tapi justru balasannya adalah kaum Muslim dibunuh dengan sadis dan sebagian diusir dari Andalusia.
Buku karya Dr Muhammad Ardiansyah, berjudul Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi ini penting untuk dikaji. Ia memaparkan ‘secara detail’ tentang konsep Adab al Attas.
Pertama-tama ia memaparkan tentang biografi intelektual dari Bogor yang tinggal di Malaysia ini. Kemudian membahas : Adab dalam Iiteratur Islam, Konsep adab Syed Naquib al Attas, Aplikasi konsep adab Syed Muhammad Naquib al Attas di Istac (1987-2002), dan Aplikasi konsep adab Syed Muhammad Naquib al Attas di Perguruan Tinggi di Indonesia.
Al Attas mengungkap pentingnya adab dalam pendidikan ini pertama kali di Saudi Arabia. “Pada tahun 1977, tiga ratus tiga puluh (330) sarjana Muslim hadir pada Konferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam, kota suci di Mekkah Saudi Arabia.
Para ilmuwan itu menyadari bahwa sistem pendidikan Islam tradisional mendapat tantangan besar, khususnya dari Barat, yang terwujud dalam buku, kursus sampai metodologi pengajaran. Oleh karena itu mereka berkumpul selama Sembilan hari (31 Maret- 8 April 1977/12-20 Rabi’ al Tsani 1397H) untuk membahas konsep-konsep Islam dan metodologinya yang sesuai untuk diaplikasikan dalam pendidikan.
Syed Naquib al Attas yang hadir ketika itu menyampaikan gagasan-gagasan penting dan fundamental untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dunia Islam. Terhadap problem umat Islam yang datang dari Barat, al Attas sepakat dengan para ilmuwan yang hadir.
Sejak lama al Attas berpandangan bahwa umat Islam saat ini tengah menghadapi dua tantangan besar. Pertama, tantangan eksternal berupa tantangan religious-kultural dan sosial politik yang datang dari Barat. Kedua, tantangan internal yang terjadi di tengah umat Islam.
Untuk tantangan internal ini ada tiga masalah yang saling terkait, yaitu kekeliruan ilmu (confusion od knowledge), hilangnya adab (the loss of Adab), dan munculnya pemimpin yang tidak layak memikul amanah diberbagai bidang.
Menurut al Attas:
“Semua perkara yang merupakan punca masalah kita kaum Muslimin yang tertera di atas adalah saling berkaitan satu sama lain, dan berikutan kejadiannya, sehingga dia berlaku terus tiada terputus-putus, seolah-olah sebagai satu lingkaran rumit yang tada hujung pangkalnya. Akan tetapi bagaimanapun sebab yang utama antara ketiga itu ialah kekeliruan serta kesilapan mengenai ilmu, dan untuk mengatasi ini, dan memutuskan rantai hubungan perkaitan sebab akibat antaranya sehingga hujung pangkalnya dapat dihancurkan, maka kita harus pertama sekali menyelesaikan masalah keruntuhan adab, karena ilmu tiada dapat diajarkan serta ditanamkan dididik dalam diri seseorang dengan tiada dia terlebih dahulu memenuhi syarat adab, yang harus dikenakan pada diri orang yang menuntutnya, dan yang menjadi penampung ilmu yang dituntut itu…” (hal 2-3)
Ardiansyah, Mudir Pesantren at Taqwa Cilodong ini melanjutkan:
“Untuk mengenali fenomena the loss of adab ini al Attas menyebutkan bahwa ciri-ciri utama the loss of adab ini al Attas menyebutkan bahwa ciri-ciri utama dari hilangnya adab ini adalah proses penyamarataan yang ditanamkan dalam pikiran dari waktu ke waktu dan diamalkan dalam masyarakat. Kondisi seperti ini kemudian mengakibatkan kezaliman (zhulm), kebodohan (humq), dan kegilaan (junun) sekaligus. Kezaliman adalah lawan dari keadilan. JIka keadilan dimaknai meletakkan sessuatu pada tempatnya (wadh’ al syai’i fi mahallihi), maka kezaliman berarti sebaliknya, meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya (wadh’ al syai’I fi ghairi maudhu’uihi). Adapun kebodohan (humq) menurut al Ghazali adalah benar tapi menempuh jalan yang salah…Sedangkan kegilaan (junun) adalah memilih yang tidak seharusnya dipilih atau menentukan pilihan yang salah.
Oleh karena itu untuk membenahi masalah the loss of adab ini al Attas menyampaikan gagasan pendidikan berbasis adab yang disebut dengan istilah ta’dib. Menurutnya pendidikan seperti ini akan melahirkan manusia beradab (insan adabi) yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan berupa perbaikan (islah) yang sebenarnya. Insan adabi hanya akan lahir melalui pendidikan berbasis adab. Pendidikan yang berarti penyerapan adab dan pengalamannya pada setiap individu yang kemudian membentuk masyarakat beradab dan melahirkan peradaban.” (hal 6)
Dalam pandangan al Attas ta’dib telah merangkum empat ciri penting pendidikan. Pertama, proses penyempurnaan iman secara bertahap (al tarbiyah). Kedua, pengajaran dan pembelajaran (al ta’lim wa al ta’allum) yang memperhatikan aspek kognitif, intelektual dan akal seorang murid. Ketiga, disiplin diri (riyadhah al nafs) yang merangkum jasad, ruh dan akal. Dan keempat, proses penyucian dan pemurnian akhlak (tahdzib akhlaq).
Al Attas memang mempunyai jasa besar dalam dunia pendidikan. Selain mendirikan kampus Islam Internasional ISTAC, ia juga pernah memimpin jurusan Sastra di Fakultas Kajian Melayu Universiti Malaya (UM), tahun 1968-1970. Di UM al Attas berusaha memperbaiki struktur akademik fakultas dan mengharuskan setiap jurusan saling berkoordinasi agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Selain itu al Attas juga menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di lingkungan Fakultas dan Universitas.
Atas kontribusinya dalam dunia keilmuan, al Attas telah diberikan beberapa penghargaan, baik dari dalam dan luar negeri. Al Attas pernah menyandang Kursi Tun Abdul Razak untuk Pengajian Asia Tenggara di Universitas Ohio, Amerika Serikat tahun 1982. Dia juga pernah dilantik menjadi penyandang Kursi Kehormatan Abu Hamid al Ghazali dalam Pemikiran Islam di ISTAC oleh Dato Sri Anwar Ibrahim pada tahun 1993.
Demikian Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi, hal 39.