Pengembang: Sebaiknya Tidak Jadikan Pembeli Pesakitan
Para pengembang perumahan menyambut baik kebijakan pajak di bidang properti yang baru. Namun, untuk membangkitkan bisnis sektor ini masih dibutuhkan kebijakan lanjutan. Apa itu?
"Perlu ada kebijakan yang tidak menjadikan wajib pajak sebagai pesakitan. Sebab, kalau mereka melakukan pembelian tidak sesuai dengan kekayaan yang telah dilaporkan langsung menjadi buruan petugas pajak," kata pengembang Turino Junaidi kepada Ngopibareng.id, Kamis (27/6/2019).
Bos Grup Suncity yang juga pengurus DPP REI itu mengungkapkan, bisnis properti mulai merosot sejak diberlakukan pengetatan pajak. Memang, pemerintah telah membuat kebijakan amnesti pajak. Namun, masih banyak yang belum ikut program itu sehingga mereka terkena pajak progresif sampai 30 persen.
"Sebetulnya, ini tidak hanya berdampak kepada sektor properti. Tapi juga sektor lain. Karena itu, diperlukan kebijakan fiskal lanjutan yang nendang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," tutur Turino Junaidi.
Di lapangan, lanjut dia, setiap wajib pajak melakukan pembelian di luar kekayaan yang telah dilaporkan langsung diuber-uber petugas pajak. "Karena itu mereka lebih baik tidak beli apa-apa ketimbang dianggap sebagai pesakitan petugas pajak.
Ia mengakui bahwa kebijakan pelaporan pajak pemerintah ini bagus untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, perlu strategi bertahap sehingga tidak mematikan dunia bisnis. Diperlukan strategi yang lebih cerdas sehingga upaya meningkatkan penerimaan negara dari pajak tak mengganggu kelonggaran berbisnis.
Sebelumnya, Sekjen DPP REI juga mengeluhkan hal yang sama. Disebutkan perlu kebijakan fiskal lanjutan untuk mendongkrak bisnis properti kembali normal setelah empat tahun lesu. Jika bisnis sektor ini normal, maka penerimaan negara juga akan naik.
Seperti diketahui, Sebelum ini, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru di sektor peoperti. Salah satunya menaikkan batas harga rumah yang terkena pajak barang mewah alias PPnBM. Batas rumah terkena pajak barang mewah naik menjadi Rp 30 miliar.
Kebijakan yang disebut Menkeu Sri Mulyani sebagai arahan langsung Presiden Joko Widodo ini telah disambut baik para pengembang. Harga saham emiten properti juga ikut terdongkrak paska keluarnya kebijakan ini. (*)