Pengembang Perumahan harus Ada Resapan Air Cegah Banjir Surabaya
Walikota Surabaya Eri Cahyadi mengimbau kepada seluruh pengembang perumahan untuk memperhatikan keberadaan kolam penampungan air. Sebab, hal tersebut dinilai penting untuk mencegah banjir saat terjadi hujan deras.
"Jadi perumahan-perumahan saya sarankan untuk membuat kolam tampung. Sehingga aliran air tidak langsung dibuang ke sungai," ujar Eri Cahyadi, Kamis, 22 Februari 2024.
Ia menyebut, pembangunan perumahan memang tidak diwajibkan membuat kolam tampung. Tetapi, lambat laun jumlah perumahan terus bertambah hingga membuat lokasi yang dulunya merupakan tanah resapan menjadi terus berkurang.
Ia menilai, keberadaan kolam tampung memiliki manfaat besar untuk menahan laju air sebelum dialirkan langsung menuju sungai. Utamanya, saat turun hujan dengan intensitas tinggi.
"Karena kalau hulunya dibiarkan, tidak pakai kolam tampung, airnya langsung dibuang ke sungai, ya (hilirnya) banjir," paparnya.
Misalnya, Eri Cahyadi mencontohkan seperti yang terjadi di kawasan Jalan Pakal Madya, Kelurahan Pakal, Kecamatan Pakal Surabaya. Di sana, belasan tahun dilanda banjir meski hanya terjadi 2 sampai 3 kali dalam setahun. Bahkan, saat tidak turun hujan, kawasan Pakal Madya juga pernah dilanda banjir.
"Karena ini Pakal Madya tidak setiap hujan banjir. Tapi kalau hujannya deras dan di wilayah Gresik juga deras, maka di Pakal Madya banjir," tuturnya. Pun demikian seperti di wilayah Kecamatan Wiyung Surabaya.
Eri Cahyadi mengungkap, di kawasan itu ada kompleks perumahan besar yang dulu langsung mengalirkan air melalui lubang besar menuju ke sungai.
Nah, saat hujan deras, kapasitas sungai tidak mampu menerima limpahan air yang besar sehingga mengakibatkan banjir di sekitarnya.
"Karena itu saya minta lubang ditutup, akhirnya posisi-posisi air di perumahan itu harus ditampung di dalam kolam tampung," ungkap dia.
Di sisi lain, Eri Cahyadi juga meminta lurah dan camat agar memperhatikan pembangunan perumahan dengan skala kecil. Sebab, perumahan skala kecil tidak diwajibkan membuat kolam penampungan air seperti bozem.
"Saya berharap teman-teman camat dan lurah untuk lebih fokus kepada pembuatan perumahan yang sak ancer (satu blok), sak ancer (satu blok). Karena kalau perumahan (satu blok) itu kan tidak memiliki kewajiban membuat tampungan air," katanya.
Akan tetapi, apabila satu blok perumahan itu kemudian jumlah dan luasannya bertambah hingga satu hektar, tentu akan berdampak besar terhadap berkurangnya tanah resapan.
"Karena dulu awalnya tanah kosong atau sawah untuk tampungan air, kemudian dibuat perumahan," jelasnya.
Oleh karenanya, Eri Cahyadi meminta camat dan lurah memperhatikan pembangunan perumahan di wilayah masing-masing. Dengan begitu, bisa dihitung berapa beban yang dibutuhkan perumahan untuk tempat penampungan air.
"Mulai sekarang ketika dia (pengembang) bangun satu ancer (satu blok) satu ancer (satu blok) tanyakan dulu, bebannya berapa. Jadi nanti dihitung, nanti setiap satu ancer (satu blok) tetap punya beban untuk membuat saluran air," jelasnya.
Di samping itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Syamsul Hariadi mengunggkapkan bahwa setiap pengembangkan harusnya memang membuat saluran atau daerah resapan air yang bisa menampung air minimal dua jam, saat hujan deras.
"Kenapa dua jam? karena hujan paling lama itu dua jam. Kenapa kami berikan waktu dua jam karena teorinya seperti itu maksimal dua jam. Kalau pengembangan-pengembang itu bisa nahan air wilayahnya selama dua jam, maka nanti diharapkan jatuhnya air ke bawah atau saluran tidak masuk ke saluran di bawahnya," pungkasnya.