Pengembang Pasar Turi Dipenjara, Kuasa Hukum Angkat Bicara
Surabaya: Kuasa hukum pengusaha, Henry J. Gunawan akhirnya angkat bicara terkait penahanan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, belum lama ini. Apa yang dilakukan Kejari Surabaya dituding sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pria yang dikenal sebagai pengembang Pasar Turi ini.
Lilik Jaliah, salah satu kuasa hukum Henry J. Gunawan, Direktur PT Gala Bumi Perkasa (GBP) mengatakan jika kliennya tidak tahu menahu soal riwayat jual beli tanah seluas 1934 M3 di Claket, Malang yang dibeli PT GBP pada tahun 2006 lalu.
Penahanan serta status tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dijeratkan pihak berwajib terhadap Henry J. Gunawan saat ini, dituding sebagai upaya kriminalisasi terhadap Henry. "Klien kami diduga keras telah di kriminalisasi," ucapnya.
Versi kuasa hukum Henry, kronologis kejadian penahanan berawal dari jual beli lahan yang terjadi pada tahun 2006 antara PT GBP saat direkturnya masih dijabat oleh Raja Sirait. Saat itu, PT GBP membeli lahan seharga Rp 6 miliar di Clekat Malang kepada Anggraeni, ahli waris dari Sutanto, pemilik lahan.
Lalu, status tanah tersebut mengalami pengalihan kuasa ke pihak Hermanto dengan nilai sebesar Rp 4,5 miliar. "Namun hingga saat ini, tidak pernah ada pembayaran sama sekali. Apakah bisa Hermanto menunjukan bukti pembayaran berupa kuitansi atau yang lainnya, kita yakin tidak bakal bisa," ujar Achmad Riyadh, yang juga kuasa hukum Henry J. Gunawan.
Ditambahkan Riyadh, pada tahun 2010, sertifikat tanah tersebut mengalami balik nama dari ahli waris berubah menjadi PT GBP. Balik nama tersebut terjadi saat direktur PT GBP dijabat oleh Tee Teguh Kinarto.
Tahun 2013, saat kepemimpinan PT GBP beralih ke Henry J Gunawan, keberadaan sertfikat yang sudah atas nama PT GBP itu masih berada di brankas milik PT GBP.Lalu pada 2016, tanah bersertifikat atas nama PT GBP tersebut dijual oleh Henry seharga Rp 10 miliar.
Jual beli tersebut terjadi karena Henry mengira bahwa lahan tersebut merupakan aset milik PT GBP, mengingat nama maupun keberadaannya dalam kekuasaan PT GBP dan saat serah terima jabatan direktur sebelumnya, tidak pernah ada informasi dari para direksi lain soal status tanah dan sertifikat tersebut.
Setelah tanah dan bangunan itu terjual, kemudian dipersoalkan oleh Notaris Caroline, dan dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, "Kami harap berita yang berkembang sekarang seimbang. Kami punya fakta dan bukti-bukti, bisa dicek. Kami siap di persidangan nanti, " tandasnya.
Selain membeberkan fakta versi meraka, kuasa hukum Henry juga mempertanyakan soa legal standing pelapor, yaitu Notaris Caroline, "Kapasitas notaris Caroline sebagai pelapor kita pertanyakan legal standingnya. Kerugian apa yang diderita oleh pelapor dalam hal ini..?," ucap Riyadh yang juga menjabat Ketua PSSI Jatim ini.
Yang aneh lagi, lanjut Riyadh, jika benar soal adanya proses pengalihan kuasa yang dilakukan di depan notaris Caroline, mengapa sertifikat tersebut berada dalam kekuasaan PT GBP selama bertahun-tahun. "Lalu bagaimana bisa seorang notaris memberikan sertifikat kepada pihak yang dianggap bukan sebagai pemiliknya. Tidak salah apabila direktur PT GBP yang baru (Henry) mengira bahwa tanah tersebut aset milik PT GBP, terlebih sertifikat tersebut juga atas nama PT GBP, " ujarnya.
Selain bergulir di Surabaya, kasus ini juga dilaporkan Hermanto ke Mabes Polri. Atas laporan tersebut, Henry juga ditetapkan sebagai tersangka. Hermanto melapor ke polisi mengatasnamakan sebagai pemilik lahan dan sertifikat.
"Padahal tidak pernah ada uang yang dibayarkan oleh Hermanto kepada PT GBP terkait lahan tersebut. Tidak pernah ada bukti pembayaran. Apakah bisa hal itu disebut sebagai pemilik, sehingga status Hermanto selaku pelapor juga kita pertanyakan legal standingnya," tambah Riyadh.
Seperti diberitakan sebelumnya, Henry J. Gunawan dijebloskan ke Rutan Klas I Medaeng oleh tim jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya setelah menjalani jalani proses tahap II (Pelimpahan tersangka dan barang bukti) dari penyidik kepolisian ke jaksa peneliti, Kamis (10/8) lalu.
Dari informasi yang didapatkan ngopibareng.id, awal kasus ini muncul setelah notaris Caroline melaporkan Henry pada 29 Agustus 2016. Ceritanya, notaris yang beralamat di Jalan Kapuas itu memiliki klien (korban) yang sedang melakukan jual beli tanah dan bangunan dengan Henry sekitar tahun 2015. Objek itu dijual oleh Henry Gunawan kepada korban sebesar Rp 4,5 Miliar.
Setelah membayar, korban hendak mengambil sertifikat kepada Caroline. Namun sertifikat itu ternyata sudah diambil oleh orang suruhan Henry tanpa sepengetahuan korban. Ketika meminta langsung ke Henry, justru dibilang jika sertifikat masih berada di Caroline.
Karena tidak terima, Caroline akhirnya melaporkan Henry ke Polrestabes Surabaya. Singkat cerita, lahan itu ternyata sudah dijual kembali ke pihak lain dengan harga Rp 10 miliar. Namun akhirnya, sebagian besar dari informasi ini dibantah kuasa hukum Henry J.Gunawan. tom