Pengembang Menolak Tumbang
Banyak yang kolaps karena Covid 19. Tapi yang satu ini berjuang tak sampai mati. Sebab, bila itu terjadi, PHK --pemutusan hubungan kerja-- bisa menjadi-jadi.
Dampaknya lebih bikin miris.
Bisnis properti menjadi salah satu yang babak belur dihantam makhluk kecil tak kasat mata: virus Corona.
Memang tidak langsung.
Virus itu membuat warga dunia cemas dan takut. Mereka membatasi keluar rumah. Biar tak tertular. Biar tak terpapar.
Transportasi publik mandeg. Semua pesawat di seluruh dunia grounded. Kereta tidak jalan. Sejumlah pabrik ikut tutup.
Hotel tak beroperasi. Restoran tak dapat pengunjung. Mal-mal jadi sepi. Para tenan kelabakan. Pembayaran sewa pun seret.
Pergerakan manusia terbatas. Ekonomi dunia langsung melambat. Anggaran pemerintah digeser ratusan triliun untuk mengatasi Corona.
Banyak proyek mandeg. Tak bisa diteruskan. Manusia ngempet belanja. Itu mereka yang punya. Yang tidak menunggu baksos dan jatah BLT (Batuan Langsung Tunai) pemerintah.
Banyak yang hidupnya turun kelas. Yang bukan miskin menjadi miskin.
Bisnis properti? Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida menggambarkanya dengan apik.
Ia bilang bisnis properti sedang berjuang tidak sekarat. Pengembang yang bisa hidup hanya mereka yang bergerak di perumahan bersubsidi. Selebihnya kembang kempis.
Maka di hari libur pun telepon seluler Totok tak pernah berhenti berdering. Selain mereka yang berdatangan di kantornya untuk berkonsultasi.
Totok bilang hampir semua pengembang menengah dan besar kesulitan cashflow. Tak ada penjualan berarti tak ada uang cash masuk.
Pengembang biasanya tak mau menyimpan uang. Jika punya langsung digunakan mengembangkan usaha. Yang punya simpanan di luar pun susah nariknya.
Lalu apa jalan keluarnya? "Harus restrukturisasi utang bank. Penundaan bayar pokok dan bunga," kata pengusaha asli Surabaya ini.
Restrukturisasi bukan berarti ngemplang.
Mereka tetap membayar bunga. Tapi pembayarannya ditunda. Tahun depan. Setelah bisnis properti bangkit lagi.
Restrukturisasi utang bank ini satu-satunya cara pengembang lepas dari sekarat. Biar tak kolaps total.
REI punya perhatian ini karena tak ingin para pengembang mem-PHK karyawannya. Sebab banyak sekali mereka yang bergantung hidup di properti ini.
Untuk tujuan ini, ia minta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tegas. Memerintahkan perbankan untuk melakukan restrukturisasi utang pengembang.
Bagi Totok, PSBB untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tak boleh berlama-lama. Harus mulai dilonggarkan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Biar apa? Agar sebagian bisnis para pengembang jalan. Hotel bisa mulai menerima tamu, restoran buka, para tenan di mal bisa berjualan.
"Itu akan sedikit membantu pengembang menengah dan besar. Sehingga mereka bisa mensubsidi grup bisnisnya yang belum menghasilkan," katanya.
Mengapa demikian, bisnis perumahan sekarang pasti mandeg total. Kecuali untuk perumahan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Yang mendapat subsidi pemerintah.
Sedangkan lainnya baru akan mulai bangkit belakangan. Setelah krisis akibat Covid-19 ini hengkang. "Setiap krisis, bisnis perumahan selalu bangkit paling belakangan," tegasnya.
Yang pasti, apa pun juga situasinya, para pengembang kini sedang berjuang tak menjadi pengemplang. Juga menolak tumbang.