PGI Jatim Dukung Wacana Pemindahan Venue
Pengurus Persatuan Golf Indonesia (PGI) Provinsi Jawa Timur mendukung wacana pemindahan lokasi venue 10 cabang olahraga yang dihapus dari Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020 Papua.
Ketua Pengprov PGI Jatim, Deddy Suhajadi mengatakan, wacana itu ia dapat setelah berkomunikasi dengan pimpinan Pengurus PGI Pusat.
"Kita berharap pemerintah lebih bijak kalau Peraturan Pemerintah mengatur olahraga disesuaikan dengan kondisi Papua sebagai penyelenggara. Saya dengar pemerintah, dalam hal ini KONI dan Menpora, berupaya mencari pengganti tempat pertandingan, tapi tetap dengan nama PON 2020," katanya saat ditemui di Kantor KONI Jatim, Surabaya, Senin 21 Oktober 2019.
Pria yang akrab disapa Dedy itu mengatakan, ada banyak tempat yang dapat digunakan. Ia mencontohkan Jakarta, yang dianggap paling memadai karena pernah menggelar Asian Games.
"Tapi kita berharap (di Jatim) karena kita punya fasilitas yang cukup memadai," katanya.
Ia mengatakan, wacana ini sangat penting untuk ditindaklanjuti mengingat dampak yang dirasakan oleh 10 cabor yang dihapus. Sebab, jika tidak dicarikan solusi, pembinaan akan terhenti, nasib atlet pun terkatung-katung.
Penghapusan 10 cabor dari PON XX 2020 Papua di tengah jalan memang berdampak besar pada sistem pembinaan. Sebab, dengan tak dipertandingkan di PON, secara otomatis anggaran untuk mereka juga dihentikan.
Macetnya kucuran dana dari APBD melalui KONI tentu saja membuat PGI Jatim maupun PGI dari daerah lain kesulitan menjalankan pembinaan. Psikis atlet pun terganggu, bahkan tak menutup kemungkinan mereka memutuskan pensiun dan beralih profesi.
Deddy menjelaskan, bahwa selama ini anggaran yang didapat dari KONI sangat bermanfaat. Minimal, atlet bisa mendapatkan fasilitas, peralatan olahraga, serta uang saku.
"Anggaran itu dimanfaatkan untuk kebutuhan latihan. Contoh, atlet melatih diri untuk memukul satu bulan 10 ribu bola. Uang untuk beli bola kita ambilkan dari uang saku atlet, sedangkan gaji per atlet kurang lebih antara 5-6 juta. Sehingga saya minta keringanan 460 rupiah, belum lagi uang buat makan, minum dan sebagainya. Sehingga pasti akan menghambat proses latihan kalau berhenti," katanya.
Bagi Deddy, yang paling merasakan penghentian kucuran dana tersebut adalah atlet yang secara ekonomi kurang mampu. Mengingat, golf memiliki format turnamen yang berbeda. Di mana, turnamennya tidak hanya di dalam negeri, tapi juga ke luar negeri.
Selain masalah anggaran, musibah lainnya yang akan muncul adalah kesulitan yang akan dihadapi cabor-cabor tersebut ketika cabornya kembali dipertandingan atau dilombakan di PON XXI mendatang. Karena tak mudah untuk mencari atlet baru. Kalau pun ada, harus mulai daro nol lagi dan akan memakan waktu yang tak sedikit.
Senada dengan Dedy, Ketua Harian KONI Jatim, M. Nabil mengatakan, KONI Jatim juga menyarankan adanya formulasi dari pemerintah dengan mengubah Peraturan Pemerintah (PP) terkait lokasi penyelenggaraan.
"Paling ideal adalah menambah tempat dengan mengubah Peraturan Pemerintah (PP) karena kita tidak hanya di PON saja. Persiapan mereka sudah lama, pembiayaannya besar, pengorbanan atlet meninggalkan kegiatan lain termasuk kuliah. Sehingga yang paling logis kalau venue di Papua tidak ada, disiapkan di tempat lain karena ini masih bagian dari Indonesia," usul Nabil.