Pengamat Ungkap Alasan Desak RUU Perampasan Aset Harus Disahkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan untuk segera disahkan, seiring kembali ditemukannya kasus korupsi yang merugikan negara dengan nilai fantastis. Terbaru, kasus PT Timah yang merugikan negara hingga 271 Triliun.
Banyak pihak mendorong agar RUU perampasan aset segera disahkan. Dorongan ini salah satunya juga muncul dari pengamat hukum Dr. (Cand.) Hardjuno Wiwoho.
Mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya tersebut mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) segera mengesahkan RUU Perampasan Aset ini menjadi UU.
Menurutnya, UU perampasan aset nantinya akan menjadi instrument hukum yang dapat mengurai kasus korupsi di Indonesia, termasuk bagaimana aset negara bisa terselamatkan.
"Jika RUU tersebut disahkan menjadi UU, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya," terangnya, Kamis, 18 April 2024.
Dirinya menegaskan, alasan lainnya yang memperkuat RUU perampasan aset untuk disahkan adalah dapat memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Tanah Air.
Diketahui, RUU Perampasan Aset adalah mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption) yang antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.
“Jadi, UU ini sangat penting sekali untuk konteks Indonesia saat ini. Dan sekaligus memberikan efek jera bagi siapa pun yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya.
Sebenarnya, RUU Perampasan Aset bukan sesuatu yang baru, tetapi sudah dikaji dan diusulkan lebih dari satu dekade, sejak masuknya RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012. Namun pada kenyataannya RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan.
Saat ini, RUU Perampasan Aset kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga diharapkan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama.
Dirinya merasa, dengan momentum kasus korupsi yang bernilai fantastis baru-baru ini, rakyat wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR RI.
Baginya, adanya UU Perampasan Aset nantinya akan menjadi pengontrol perilaku korup para elite pemegang jabatan dan pemangku kekuasaan.
"Akibat dari perilaku korupsi banyak kesejahteraan warga yang direngut. Karena, hak rakyat untuk mendapatkan jaminan penghidupan yang layak dari negara tidak terwujud," imbuhnya.
Ia menambahkan, kasus korupsi yang baru terbongkar yakni dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) 2015-2022 yang menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp271 triliun bisa menjadi momentum mendesak pemerintah untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset menjadi UU.
“Dan saya kira, kasus Harvey Moeis cs ini menjadi momentum untuk kembali mendesak pemerintah dan DPR segera disahkannya RUU Perampasan Aset ini," ungkapnya.
Karena itu, Hardjuno kembali menegaskan, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU sangat penting dan kebutuhan mendesak bangsa Indonesia saat ini.
Hal ini memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan juga sebagai efek jera untuk memiskinkan para pelaku korupsi.
Bahkan Hardjuno yakin jika RUU Perampasan Aset sudah disahkan menjadi UU, negara bisa dapat keuntungan banyak dengan menyita aset-aset yang dikorupsi.
“Publik tentu terus menunggu keseriusan pemerintah dan DPR. Dan saya kira, publik paham pembahasan RUU mandek lantaran memiliki konflik kepentingan yang begitu besar,” tandasnya.