Pengamat: Surat Edaran Demokrat Jatim Jadi Blunder SBY
Surat Edaran Partai Demokrat Jawa Timur yang meminta masyarakat memilih Khofifah-Emil Dardak dinilai menjadi blunder partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Pendapat itu disampaikan pengamat politik Universitas Brawijaya Malang, Rommy Hermawan, Senin, 25 Juni 2018. “Surat itu kesannya mendadak. Dan itu blunder Demokrat, blunder SBY. Karena seketika, ulama-ulama bereaksi atas surat itu,” ujar Rommy.
Surat Demokrat Jatim itu ditandatangani 23 Juni 2018, hari terakhir kampanye, oleh Soekarwo (Pakde Karwo) selaku Ketua dan Sekretaris Antonio Renville. Surat beredar bebas di masa tenang, melalui media sosial dan grup percakapan WA.
“Dengan kata lain, aktor di balik surat itu telah memisahkan Pakde Karwo dengan kiai-kiai sepuh yang 9 tahun ini punya hubungan harmonis,” kata Rommy.
Ia menunjukkan akibat fatalnya. Bukan dukungan yang membanjir seperti tujuan surat itu. Tetapi, sebaliknya, yang muncul justru reaksi keras para masyayikh dan kiai sepuh. Mengingat Januari 2013, Soekarwo telah berjanji di hadapan para masyayikh dan kiai sepuh di Ponpes Ploso Kediri untuk menyiapkan dan mendukung Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebagai calon gubernur pada 2018.
“Kiai-kiai kemudian membuka kembali perjanjian lama, yang selama ini disimpan rapat. Ini janji yang suci di mana Pakde Karwo berjanji akan membantu Gus Ipul sebagai gubernur periode berikut, dan itu ditulis oleh Pakde Karwo akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT,” kata Rommy.
Kemarin Dr. KH Ahmad Fahrur Rozi, pengasuh Pesantren An Nur Bululawang I, Malang, membuka perjanjian itu sebagai reaksi dari Surat Edaran Demokrat. Gus Fahrur adalah saksi hidup pembuatan perjanjian itu.
Memang, di naskah perjanjian yang dibuat di Ponpes Al-Falah, Ploso, Kediri itu, Pakde Karwo menyatakan akan menyiapkan Gus Ipul sebagai calon gubernur 2018. “Komitmen tersebut akan kami pertanggungjawabkan secara sungguh-sungguh di hadapan Allah SWT dan di hadapan para ulama,” tulis Pakde Karwo.
Rommy mengatakan, sejauh ini para kiai masih yakin, Gubernur Pakde Karwo konsisten. Ia tidak kampanye untuk Khofifah-Emil, apalagi menggerakkan jaringan di lapangan.
“Pihak yang pasti dinilai menjadi aktor utama di balik surat edaran Demokrat adalah SBY. Surat itu keluar pasca SBY keliling Jatim kemarin,” kata Rommy.
Dikatakan, publik tahu ada kepentingan SBY sangat besar dibalik obsesi untuk memenangkan Khofifah-Emil di Pilkada Jatim.
“SBY memiliki skenario besar di Pemilu 2019, yakni mendudukkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai Cawapres. Dan, jalan itu dibuka melalui kemenangan Pilkada, termasuk Jawa Timur,” katanya.
Kepentingan itu dijalankan sekalipun dengan risiko memutus relasi baik dan tulus antara Gubernur Pakde Karwo dengan kiai-kiai NU.
“Publik juga tahu, bahwa kiai-kiai telah lama mempersiapkan Gus Ipul sebagai gubernur Jawa Timur. Kiai-kiai berharap, suatu ketika gubernur Jawa Timur akan dipimpin NU. Dan, para kiai menilai, inilah saat yang tepat,” kata Rommy.
Skenario SBY itu dijalankan, kata Rommy, dimulai dengan menarik Khofifah Indar Parawansa dari lingkaran Jokowi untuk diturunkan di Jawa Timur. “Dan, kekuatan nahdliyin pun menjadi terbelah,” kata dia.
Berikutnya, kata dia, dengan memisahkan Emil Dardak dari PDIP. “Ini klop bertemu dengan ambisi pribadi Khofifah-Emil yang juga ingin maju di Jawa Timur,” katanya.
Tahun 2019, kata dia, adalah momentum besar bagi SBY, untuk meletakkan AHY di puncak kepemimpinan nasional dan mengembalikan kejayaaan Demokrat.
“Itulah dasar semua strategi SBY saat ini. Dan, di Jawa Timur, korban SBY adalah Pakde Karwo yang punya hubungan baik dengan kiai-kiai NU,” kata dia. (frd/wah)