Pengamat Sebut Tragedi MK Berawal dari Relasi Kekuasaan
Pengamat politik sekaligus peneliti Exposit Strategic, Arif Susanto menilai putusan Majelis Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai sebuah tragedi
Hal itu disampaikan Arif saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Putusan MK dalam Teori Hukum Interdisiplin, yang digelar di Gedung Magister Ilmu Hukum (MIH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis 9 November 2023 sore.
“Saya tidak terlalu apresiatif ya dengan putusan MK-MK kemarin. Bagi saya seluruh proses itu menunjukkan sebuah tragedi. Kenapa tragedi? Karena tragedi itu kan menimbulkan bencana, menghasilkan luka, gitu ya. Dan itu menimpa bukan hanya pada satu, melainkan banyak orang,” kata Arif.
Baginya, putusan MK adalah sebuah bencana konstitusional yang perlu dilihat sebagai sebuah kemunduran serius tidak hanya dari sisi hukum. Ia sepakat bahwa persoalan tersebut harus dilihat menggunakan pendekatan multidisplin agar semakin banyak perspektif yang jauh lebih baik untuk melihat bahwa ini adalah problem bagi semua orang.
Dia mengatakan, ada sebagian orang yang menganalogikan zaman orde baru seperti butho atau raksasa yang menyeramkan. Namun, kini kekuasaan ditampilkan secara subtil atau lebih halus sehingga tidak kentara.
“Sehingga saya maklum sebenarnya kalau masih ada sebagian dari kawan-kawan yang merasa bahwa nggak masalah dengan politik dinasti, nggak masalah dengan anak muda yang mau maju ke kontestasi elektoral dengan digelari karpet merah. Karena salah satu penyebabnya adalah memang musuh-musuh itu tampil pada wajah yang jauh lebih subtil. Jadi memang nggak mudah untuk melihat ini dalam konteks yang hitam putih.” kata Arif.
Ia menuturkan, tragedi MK ini berawal dari kerangka relasi kekuasaan. Saat ini, Indonesia mempunyai problem serius karena berhadapan dengan kekuasaan yang eksesif atau melampaui batas. Namun, saat ini seolah semua terlihat pada koridor masing-masing, padahal sebenarnya tidak.
“Kita punya presiden sebagai kepala eksekutif, kita punya legislatif, DPR yang masih berdiri kokoh di Senayan sana, dan kita punya judikatif, sampai MK segala macam, toh tidak terdapat pencampuran ya di antara ketiganya. Dari sisi personal, iya. Tapi dari sisi fungsi kan tidak,” jelasnya.