Pengamat, Khofifah Terjepit tanpa Restu Jokowi
Surabaya : Pengamat komunikasi politik asal Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam menilai kenekatan Khofifah Indar Parawansa maju sebagai bakal calon gubernur Jawa Timur akan sangat berat jika tanpa ada restu dari Presiden Joko Widodo.
"Kalau Khofifah nekat maju dan memilih mundur dari menteri, itu artinya tidak mendapat restu Presiden maka secara kalkulasi politik langkahnya semakin berat bertarung di Pilkada mendatang," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima ngopibareng.id, Kamis 24 Agustus 2017.
Menurut dia, cukup banyak implikasi dan konsekuensi negatif yang harus ditanggung Khofifah jika tetap nekat maju untuk ketiga kalinya di pemilihan gubernur Jawa Timur. Apalagi, citra Joko Widodo saat ini sedang dalam tren positif di tengah masyarakat.
Faktor restu ini, kata dia, tidak bisa dianggap remeh karena untuk Pilkada Jatim ini PDI Perjuangan akan berjuang mati-matian meraih kemenangan demi mengembalikan kehormatan partai, apalagi Jatim bagi partai tersebut menjadi salah satu benteng pertahanan marwah partai.
Surokim yang juga peneliti "Surabaya Survei Center" ini menilai, Khofifah saat ini berada dalam posisi sulit karena berdasarkan berbagai sinyal dan sumber yang terpercaya, Joko Widodo tidak menginginkan Khofifah maju di pilkada Jawa Timur.
"Ini harus dibaca cermat, apalagi kontes Pilkada Jatim tidak sekadar soal menang jabatan Gubernur, tapi menyangkut kehormatan PDIP sehingga paling berat pengaruhnya jika tidak direstui Presiden," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, dalam perspektif politik Jawa, Khofifah juga terlihat akan melawan Presiden dan melawan kaum nasionalis serta PDIP.
"Belum lagi jika isu pembangkangan itu dimainkan terkait dengan apa yang baru saja terjadi di NU. Posisi itu bisa dimainkan bahwa Khofifah melawan Presiden dan juga titah kiai. Rasanya Khofifah benar-benar berada dalam situasi sulit dan butuh bermain lebih cantik," katanya.
Pengamat alumnus Unair tersebut berpendapat, jika restu presiden sulit didapat maka pilihannya bisa berhitung ulang dengan hati dingin atau memainkan komunikasi politik cerdas bahwa ia tidak mengundurkan diri.
"Apalagi jika izin dan restu ini 'didelay' Presiden dalam arti tidak segera dikabulkan maka Khofifah akan memiliki waktu mepet. Situasi ini jelas menjadi batu ujian bagaimana kemampuan komunikasi politik Khofifah dan tim dalam situasi kritis," katanya.
Sementara itu berbagai sumber di lingkungan istana menyebutkan jika Khofifah sudah beberapa kali minta izin ke Joko Widodo. Namun hingga saat ini restu dari Joko Widodo tak kunjung diberikan. Bahkan Khofifah juga sempat menemui Jusuf Kalla untuk mendapatkan restu ini. (wah)