Pengamat Jatim Nilai Keputusan Edy Rahmayadi Mundur Sudah Tepat
Pada Kongres Tahunan PSSI, 20 Januari 2019 di Nusa Dua, Bali, secara mengejutkan memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI. Alasannya, Edy tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk PSSI lantaran jarak antara Sumatera Utara dengan Jakarta cukup jauh. Terkait hal itu, para pengamat sepak bola asal Jatim pun angkat bicara.
Mantan kapten Timnas SEA Games 1991, Ferryl Raymond Hattu, menilai keputusan Edy meletakkan jabatannya sudah tepat. Pasalnya, apa yang telah ditunjukkan Edy menunjukkan bahwa mantan Pangkostrad itu sadar diri.
Baginya, alasan jarak Medan dan Jakarta jauh itu logis. Jadi langkah yang diambil Edy ia anggap sudah tepat. Sebab, bagi Ferryl, mengurusi sepak bola Indonesia tidak bisa dibagi-bagi dengan tugas sebagai abdi negara, karena jabatannya sebagai gubernur sangat berat dan menunut konsentrasi tinggi.
“Pak Edy memang harus legowo, karena menjadi Ketua Umum PSSI itu tidak bisa sambil menjalankan tugas yang lain. Begitu juga dengan Gubernur Sumut. Pak Edy lebih baik konsentrasi sebagai Gubernur dan memimpin masyarakat Sumut yang lebih membutuhkan perhatian,” katanya.
Ferryl menganggap Edy akan tidak bijak bila mempertahankan posisinya di tengah kondisi sepak bola Indonesia seperti saat ini. “Saya pernah sampaikan pada Pak Edy ketika ada pertemuan antara PSSI dengan mantan kapten timnas dari berbagai generasi. Kala itu saya bilang, Pak Edy bisa apa kalau sudah tidak jadi Pangkostrad, karena mengurusi PSSI itu tidak mudah dan harus bisa mencarikan dana yang sangat besar,” ujar Ferryl.
Benar saja, beberapa waktu lalu tuntutan agar Edy mundur dari jabatannya sebagai Ketum PSSI menggema di mana-mana. Mereka menganggap Edy tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik menyusul kegagalan Timnas di Piala AFC dan kasus pengaturan skor maupun suap yang melibatkan sejumlah anggota Exco serta pengurus PSSI.
Sementara itu, Rudy Keeltjes, menilai, keputusan Edy merupakan budaya baru yang positif di sepak bola Indonesia. “Minimal, Pak Edy memberikan teladan kepada semua pihak, bahwa jika sudah merasa tidak sanggup, pilihan mundur adalah langkah yang bertanggungjawab. Sikap seperti ini harus dibudayakan di sepak bola Indonesia,” ujar Rudy.