Pengalaman Melawan Covid (2): Ketika Tahu Positif
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda sedang berjuang sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di rumah sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
-------------
Hari Minggu, 20 Desember 2020, badan masih lemes. Tapi saya tetap mandi, bersih-bersih, berusaha beraktivitas. Bahkan saya memanggil jasa cuci mobil profesional untuk membersihkan mobil secara total, termasuk melakukan fogging disinfectant (saya sarankan teman-teman melakukan ini juga ya, apalagi yang sering bepergian keluar).
Satu sisi dalam diri saya terus memberi tahu soal harus segalanya bersih dan beres. Hari minggu saya berusaha menyiapkan diri, seperti akan tahu sesuatu akan terjadi. Tapi saya lebih banyak menyendiri. Tidak mau dakat-dekat dengan istri dan anak-anak. Minggu sore menuju malam, badan menggigil lagi. Kali ini disertai pusing. Minggu malam saya tidak nyenyak tidur, gelisah dan mengigau.
Dan ternyata benar, hari Senin 21 Desember 2020 pukul 16.00 WIB, saya mendapatkan hasil swab PCR yang menyatakan bahwa saya positif SARS-Cov2 dengan CT 17.600, sangat rendah dan di fase menularkan. Saya berusaha tidak panik, entah mengapa seolah sudah siap dengan hasil ini. Saya coba beri tahu istri, anak-anak dan keluarga. Rizqa tampak sedih dan sedikit panik, tapi saya minta bersabar saja. Ini sudah diatur Allah. Ujian buat saya dan kaluarga.
Saya pun bergegas mengemasi baju-baju ke dalam ransel. Menyemprot kamar dengan disinfektan. Meminta semua tidak ada yang ke kamar dan terus memakai masker di rumah. Saya telepon kawan dokter untuk segera melakukan swab test untuk keluarga saya. Swab test di rumah baru bisa dilaksanakan keesokan paginya. Nanti saya ceritakan bagaimana prosesnya dan apa hasilnya.
Saya pun bergegas ke rumah sakit lagi. Untuk melanjutkan prosedur yang harus dilakukan. Saya dicek darah tambahan untuk memeriksa kadar kekentalan darah, alhamdulillah hasilnya baik. Kemudian melakukan CT Scan 3D untuk memotret kondisi paru-paru, secara kseluruhan hasilnya pun baik, paru-paru bersih. Hanya ada kesan flek putih kecil di sebelah kanan, indikasi dari Covid namun dengan kategori ringan.
Sayangnya saya tak bisa dirawat langsung. Rumah sakit penuh. RS-RS lain di Jabodetabek pun penuh. Dokter menyarankan saya bisa isolasi mandiri di rumah. Awalnya saya akan isolasi di hotel, tetapi Rizqa ingin saya isolasi di rumah saja, saya pun akhirnya menurut karena ada hal-hal yang harus saya siapkan dulu untuk keluarga.
Rizqa menyiapkan kamar utama jadi ruang isolasi. Ini area paling private karena terletak di lantai mezzanine rumah kami, ada balkon untuk berjemur, ada kamar mandi, ada meja dan kursi. Malam itu saya tidak bisa tidur, meski mata menutup entah mengapa pikiran selalu terjaga. Memikirkan istri, anak-anak, keluarga, rencana-rencana yang tertunda, dan seterusnya. Sungguh covid ini ujian yang tidak sederhana.
Nanti saya ceritakan bagaimana rasanya isolasi mandiri di rumah. Apa positif dan negatifnya. Kapan iya untuk isolasi mandiri di rumah dan kapan tidak. (Fahd Pahdepie/Bersambung)