Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Ternyata Begini Caranya
Menyambut Ramadhan selalu diwarnai dengan kesibukan di Jakarta. Yakni, penetapan yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI.
Terdapat 2 cara yang disepkati oleh mayoritas ulama dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan.
Pertama, dengan Ru‟yah Hilal (melihat bulan sabit) saat langit cerah, tanpa ada penghalang mendung atau awan, asap debu dan lain sebaganya.
Kedua, dengan Istikmal (menggenapkan) bulan Sya’ban menjadi 30 hari, yaitu saat terdapat penghalang untuk melihat hilal. (Yas‟alunaka fi ad Din wa Al Hayah, nomor 1776)
Berikut dalil yang disampaikan Aswaja NU Center Jawa Timur, pimpinan KH Abdurrahman Navis :
Biasanya hadits ini digunakan oleh kelompok yang menggunakan Hisab (penghitungan tanggal) untuk melemahkan argumentasi kelompok yang menggunakan ru‟yah. Kelompok hisab mengatakan bahwa Rasulullah SAW menggunakan ru‟yah hanya karena darurat, yaitu bahwa umat Islam pada masa tersebut belum dapat menulis, membaca dan menghitung.
Melihat kondisi yang masih demikian maka Rasulullah SAW terpaksa menggunakan ru‟yah untuk menetapkan awal dan akhir Ramadlan. Hal itu demi melegakan umat Islam, hingga mereka tidak mendapati kejanggalan sama sekali dalam memulai dan mengakhiri puasa.
Oleh karena itu, saat ini ru‟yah sudah tidak lagi sesuai dengan saat sekarang karena telah banyak ulama yang menguasai ilmu falak (astronomi), disamping perlatan pendukung untuk itu juga semakin maju dan canggih.Menanggapi argumentasi di atas, kita
bertanya benarkah semua Sahabat Rasulullah SAW tidak mampu baca tulis? Dan apakah sama sekali pada masa beliau tidak ada seorangpun yang menguasai ilmu hisab dimana karena hal tersebut terpaksa digunakan ru‟yah?
Tentu saja tidak demikian. Beberapa orang Sahabat diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk belajar bata-tulis agar dapat menjadi skretaris beliau, seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Muawiyah dan lain sebaginya. Karena itu yang dimaksud dengan hadits di atas adalah sebagian besar Sahabat dan bukan semua.
Sedangkan mengenai ilmu hisab, jauh sebelum diutusnya Rasulullah SAW sudah terdapat suatu tempat khusus untuk mempelajari hisab. Filosof Yunani bernama Pitaghoras (500 SM) telah mendirikan sebuah sekolah khusus untuk mengajarkan hisab. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ilmu hitung adalah ilmu yang paling tua di dunia dan telah dikenal sebelum masa nabi Nuh AS.
Ini membuktikan bahwa hisab juga telah dikenal pada masa Rasulullah SAW. Dan diantara Sahabat juga ada yang ahli bidang tersebut, misalnya Ibnu Abbas. (Itsbat Awwal wa Akhir Ramadlan bi ar Ru‟yah wa al Hisab, hal. 16-20).
Demikian wallahu a’lam. (adi)