Penembakan Relawan Prabowo di Sampang Murni Balas Dendam
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur berhasil mengungkap kasus penembakan yang dilakukan oleh lima orang tersangka terhadap Relawan Prabowo-Gibran, Muarah, di Banyuates, Sampang, 22 Desember 2023 lalu.
Adapun lima orang tersangka itu adalah MW, 36 tahun, Kepala Desa di Ketapang Daya, Sampang; AR, 30 tahun, Pandaan, Kabupaten Pasuruan; HH, 31 tahun, Pandaan, Kabupaten Pasuruan; H, 51 tahun, Banyuates, Sampang; S, 63 tahun, Banyuates, Sampang.
Dari hasil pendalaman, terungkap bahwa kejadian tersebut dilandasi balas dendam MW terhadap korban Muarah terkait kasus penembakan yang dilakukan Muarah kepada anak buah MW dalam kasus rebutan saksi pada Pemilu 2019 lalu.
"Tidak ada kaitan motif politik, murni tersangka MW balas dendam peristiwa 2019. Di mana, anak buahnya jadi korban oleh korban penembakan saat ini (Muarah)," ungkap Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto di Mapolda Jatim, Kamis 11 Januari 2023 siang.
Kronologinya, jelas Totok, kejadian ini direncanakan enam hari sebelum dilakukannya eksekusi pada 22 Desember 2023. Setelah rencana dinilai sempurna, eksekusi pun dilakukan pukul 10.00 WIB di depan salah satu toko di Banyuates.
Korban yang saat itu duduk di depan toko, langsung ditembak dari jarak cukup dekat oleh eksekutor AR yang datang dibonceng rekannya HH yang naik sepeda motor NMAX warna putih.
"Tembakan ke arah korban dilakukan sebanyak dua kali sehingga mengenai perut/pinggang sebelah kanan. Korban saat ini masih dirawat di RSUD Dr. Soetomo," jelasnya.
Peran Tersangka
Karena itu, dalam kasus ini MW menjadi otak penembakan. MW bersama tersangka H merencanakan penembakan dengan mencari eksekutor. Sementara tersangka MW mengawasi gerak gerik korban, lalu menyiapkan fasilitas berupa sepeda motor dan senjata api.
Sedangkan H, selain merencanakan juga menyuruh tersangka S untuk mengawasi korban dengan memberi alat komunikasi untuk menghubungi eksekutor AR dan HH.
Kemudian, S berperan sebagai orang yang mengawasi dan informan bagi kedua eksekutor.
Lalu, tersangka AR sebagai eksekutor yang melakukan penembakan. Dan tersangka HH sebagai joki yang menyetir sepeda motor saat melakukan eksekusi bersama AR.
Untuk melancarkan aksi ini, MW menjanjikan upah sebesar Rp200 juta, tapi baru diberikan Rp50 juta untuk melakukan eksekusi.
"Dari keterangan saksi eksekutor janjinya Rp500 juta, namun keterangan saksi MW janjinya Rp200 juta. Tapi yang diterima Rp50 juta untuk operasional," ujar Kombes Pol Totok.
Buntut tindakannya, aparat menjerat tersangka HH, H, S dengan Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 juncto Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun.
"Sedangkan untuk MW selaku yang memberikan perintah kita tambahkan UU Darurat Pasal 1 Ayat 1 selaku pemilik senpi. Sedangkan eksekutor juga sama, kita tambahi dengan Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat karena selaku pemegang senpi dengan ancaman 20 tahun," pungkasnya.
Dalam kasus ini, aparat juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu buah senpi revolver kaliber 38 mm merk S&W, satu buah senpi pistol kaliber 9 mm merk Colt Kaliber, dua buah selongsong revolver, 15 butir amunisi revolver, 20 butir amunisi FN, pakaian korban, sandal korban.
Selain itu, ada pula tujuh buah handphone, satu unit sepeda motor NMAX, satu unit motor Vario, dua unit DVR CCTV, 37 buah senjata tajam, dan uang tunai Rp850 juta.