Peneliti Sebut Potensi Besar Bencana Susulan Gunung Semeru
Peneliti yang tergabung dalam Tim Kaji Cepat Kompartemen Kebencanaan Ikatan Alumni (IKA) Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) telah melakukan penelitian yang menyebut masih sangat besar potensi bencana susulan akibat awan panas guguran (APG) Gunung Semeru di Lumajang.
Berdasar hasil kajian, peneliti menyebut potensi bencana susulan yang terjadi adalah banjir lahar yang dapat menerjang pemukiman warga.
Ketua tim Dr Umboro mengatakan, perlu adanya normalisasi sungat dan infrastruktur yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang. Salah satu caranya adalah melakukan pengerukan timbunan material lahar untuk membentuk penampang sungai yang akan mengalirkan air banjir dan lahan dari sungai di hulu jembatan Gladak Perak.
Secara teknis, kata dia, proses tersebut memperhatikan ukuran elevasi, dan simulasi alur sungai jika dilakukan normalisasi, bendungan. Simulasi menggunakan Light Detection And Ranging (LIDAR) modelling.
“Hasil simulasi menunjukkan jika normalisasi yang saat ini sudah dilakukan tidak segera dirubah teknik dan arahnya justru akan menimbulkan brutalnya aliran yang mengarah ke Desa Kampung Renteng, Bondeli, bahkan jika banjir besar akan menghabiskan kawasan lebih luas di Candipuro. Hasil simulasi LIDAR modelling tersebut menghasilkan skenario skenario yang bisa dipilih dalam normalisasi sungai aliran lahar Semeru,” kata Umboro.
Untuk itu, ia memberi rekomendasi kepada Pemkab Lumajang dan Kementerian PUPR agar melakukan perhitungan dan mengkaji beberapa indikator sehingga normalisasi yang dilakukan terukur dan sesuai skenario.
Anggota tim Ginanjar menambahkan, kerja normalisasi harus dilakukan secara terintegrasi baik hulu dan hilir, saat ini yang dilakukan masih terpusat di hulu di bawah jembatan Gladak perak.
Menurutnya, ini menjadi problem karena menimbulkan cekungan ke dalam, sedangkan di hilir masih terdapat tumpukan material lahar.
“Sehingga jika banjir datang air justru meluber di situ dan akhirnya akan mengalir deras melewati tanggul yang sudah jebol ke area pemukiman,” ujarnya.
Sedangkan saat ini, tanggul sementara yang dibangun terbuat dari pasir tumpukan yang mudah ditembus banjir. Sehingga, tanggul yang ada tidak akan bermanfaat besar bagi masyarakat.